Efek Salju

Rabu, 06 Februari 2013

Irresistible Lips

Author  : Meilysa
Title       : Irresistible Lips
Genre    : Romance
Rating   : T (Teenager)
Cast       :
Hwang Minhyo,
Lee Minhyuk (Min Hyo’s step brother),
Lim Hyunsik,
Lee Jae min (Minhyuk’s appa, Minhyo’s step appa),
Hwang Sung Yeo (Minhyo’s eomma, Minhyuk’s step eomma),
Caiden Hwang (Minhyo’s appa),
Seo Eunkwang,
Peniel,
Seo Ilhoon (Eunkwang’s younger brother),
Lee Changsub, Yook Sungjae, and Daisy (Minhyo’s friend).
Leght          : Chaptered
Disclaimer  : FF ini murni milik saya. Yang ingin merepost *emang ada? *terserah ada apa engga* mohon menyertakan sumber, oke.
FF ini terinspirasi dari MV BTOB-I Stole That Lips, jadi wajar jika kalian merasa familiar dengan ceritanya :D
Warning : Banyak typo bertebaran, author abal, OC, bahasa tidak baku, khayalan terlalu tinggi. Yang pengen baca silahkan, yang ngga pengen ya udah. Ngga terima bash atau semacamnya, yang saya butuhkan adalah saran dan kritik dari anda :D.
.
.
.
“Lee Minhyuk, apa yang kau lakukan disini?” tanya seorang namja dengan rembut pirang.
“Eunkwang. Aku tidak melakukan apapun. Hanya sedang memandangi taman bungamu,” jawab Minhyuk seadanya kepada namja yang menanyainya tadi -Eunkwang-.
“Hhh~ kau ini namja macam apa eoh? Apakah kau memang pengecut seperti ini Lee Minhyuk?” tanya Eunkwang dengan nada meremehkan. Minhyuk tersentak dengan apa yang dikatakan Eunkwang. Minhyuk menolehkan kepalanya kearah Eunkwang yang berdiri disampingnya. Mana mungkin sahabat terbaiknya ini bisa berkata seperti itu padanya?
“Wae? Kau tidak percaya aku bisa mengatakan hal itu?” Eunkwang membalikkan badannya menghadap Minhyuk. “Sama seperti aku yang tidak percaya kau menjadi sepengecut ini. Dimana Lee Minhyuk yang selalu optimis, riang, dan penuh tekat itu?” lanjut Eunkwang sebelum dia benar-benar meninggalkakan Minhyuk di beranda kamar itu sendirian. Minhyuk menundukkan kepalanya setelah mendengar perkataan Eunkwang. ‘Ya, Eunkwang benar. Aku pengecut. Aku tidak berani melakukan apapun demi mempertahankannya,’ batin Minhyuk merana.
.
.
.
“Hyung, Minhyuk hyung ada dimana?” tanya seorang namja dengan suara berat khasnya.
“Untuk apa kau menanyakan namja tak berguna seperti dia Seo Ilhoon?” Eunkwang balik bertanya dengan sinis.
“Hyung, bagaimanapun kau sudah berteman akrab dengannya kan? Kau bahkan sudah mengenalnya sejak 15 tahun yang lalu,” Ilhoon menghempaskan tubuhnya di samping Eunkwang yang sedang duduk di sofa ruang santai.
“Aku rasa aku baru mengenalnya beberapa minggu ini. Minhyuk yang kukenal dulu bukanlah seseorang yang mudah menyerah dan berputus asa. Sedangkan apa yang kau lihat sekarang? Dia bahkan seperti mayat yang berjalan bukan?” ucap Eunkwang sinis sambil memindah-mindah chanel TV untuk mencari acara yang menarik.
“Tapikan hyung. Jika aku menjadi dia, aku juga mungkin akan kehilangan semangatku. Bayangkan jika seseorang yang menjadi penopang dan penyemangat hidupmu selama ini pergi meninggalkanmu hyung. Dan...ah, aku rasa apa yang dihadapi Minhyuk hyung itu berat,” oceh Ilhoon penjang lebar.
1 detik
2 detik
3 detik
5 menit
10 menit...sama sekali tidak ada tanggapan dari Eunkwang.
“Yak hyung! Sebenarnya kau mendengarkan aku bicara tidak sih?!” teriak Ilhoon marah karena ocehannya sama sekali tidak direspon oleh Eunkwang.
“Aku dengar,” jawab Eunkwang singkat, padat, dan jelas. Ilhoon yang merasa hyungnya sudah mulai menyebalkan hanya mengembungkan pipinya tanda ia kesal. Dia beranjak meninggalkan ruang santai sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal.
BRUK~
“Aww! Yak! Maknae pabbo! Apa yang kau lakukan?!” teriak seorang namja chubby berkacamata yang baru saja ditabrak Ilhoon.
“Apa kau tidak lihat aku sedang berjalan hyung? Dan satu hal yang sepertinya perlu ku tegaskan padamu hyung. AKU...BUKAN...MAKNAE...” ucap Ilhoon dengan penekanan di tiga kata terakhir. “Aku lebih tua 1 tahun dari Sungjae,” ucap Ilhoon tajam.
“Ada apa namaku disebut-sebut?” seorang namja yang tergolong memiliki postur tubuh tinggi itu muncul dari arah dapur sambil memakan yogurt strawberry kesukaannya.
“Tanyakan saja pada Changsub hyung,” jawab Ilhoon sambil menatap Changsub dan berlalu pergi.
“Changsub hyung, ada apa? Apa dia sedang datang bulan hingga jadi sensitif seperti itu?” tanya Sungjae tanpa melepas kulumannya pada sendok yang dia gunakan untuk memakan yogurt tadi.
PLETAK~
Sebuah pukulan dengan sukses mendarat di kepala Sungjae hingga membuat sang korban pemukulan yang dilakukan Changsub tersedak.
“Uhuk...uhuk...uhuk...Yak hyung! Kau ingin membunuhku ya?! Bagaimana jika yogurt ini masuk keparu-paruku dan aku mati ha?!” marah Sungjae pada Changsub.
“Kau tidak akan mati dengan sepele seperti itu Yook Sungjae,” Changsub memutar matanya malas menanggapi sikap Sungjae yang menurutnya terlalu berlebihan. “Dan lagi, sejak kapan namja datang bulan ha?! Kau ini pernah diajari oleh gurumu tidak sih?!” Changsub marah-marah sambil berjalan mendekati sofa yang diduduki Eunkwang sedari tadi. Setelah sampai, Changsub langsung mendudukkan dirinya disamping kiri Eunkwang, sedang Sungjae memposisikan dirinya di sebelah kanan Eunkwang.
“Hey hyung tertua, sebenarnya kau niat menonton TV atau tidak sih?” tanya Sungjae dengan santainya tanpa menyadari bahwa orang yang diajaknya bicara sedang dalam mood terburuknya. Eunkwang yang merasa disebut Sungjae menolehkan kepalanya menatap Sungjae dengan tatapan yang mengatakan ‘dasar-maknae-tak-tahu-sopan-santun’ disertai aura-aura membunuh disekelilingnya. Sungjae yang merasakan ada yang tidak beres segera menoleh kearah Eunkwang dan...TARA!
Glup...glup...GLUP
Sungjae menelan ludahnya dengan susah payah. ‘Oh God, apakah aku akan segera dijemput dewa kematian?’ teriak batin Sungjae. Dengan perlahan dia beranjak dari sofa itu sambil memamerkan cengiran khasnya. “M-m-mianhae hyung, sepertinya aku harus mengambil yogurt lagi hehehe,” dengan secepat kilat Sungjae berlari meninggalkan ruang santai yang sudah dipenuhi aura membunuh yang berasal dari Eunkwang, bermaksud melarikan diri.
“Hah...hah...hah...hampir saja aku mati dicincang,” ucap Sungjae dengan nafas tersengal setelah dia sampai di ruang game.
“Siapa yang akan mati?” tanya seorang namja yang sedang asik bermain game disamping Ilhoon, Ilhoon memang sedang batle game dengan namja tadi.
“Eunkwang hyung hampir saja membunuhku jika aku tidak...”
“Yah! Peniel hyung! Kau curang!” teriak Ilhoon tiba-tiba memotong perkataan Sungjae. Bersamaan dengan itu dilayar TV tertera tulisan ‘Seo Ilhoon Game Over’.
“Hiks...hiks...hiks...”
“Eh?” merasa mendengar suara isakan, Ilhoon dan Peniel menolehkan kepalanya mencari sumber isakan itu dan ternyata yang terisak adalah...ya, Sungjae yang sedang berdiri menyandar di pintu.
“Eee~ Sungjae-ya kenapa kau menangis?” tanya Peniel yang langsung beranjak menghampiri Sungjae dan memeluk maknae itu.
“Hua...kenapa kalian berdua tidak memperdulikan aku yang hampir dibunuh Eunkwang hyung?” tangis Sungjae makin menjadi.
“Sssttt. Uljima. Memangnya kenapa Eunkwang hyung ingin membunuhmu?” Peniel mengelus pelan punggung Sungjae berusaha menenangkannya.
“Entahlah,” jawab Sungjae setelah tangisannya reda.
“Itu karena dia kesal kepada Minhyuk hyung,” jawab Ilhoon sambil membaca komik di sofa.
“Kenapa jika dia marah kapada Minhyuk hyung, dia ingin membunuhku?”tanya Sungjae lalu menyusul Ilhoon yang duduk di sofa yang ada di ruang itu.
“Karna pasti kau menyinggung sesuatu tentang umur. Aku yakin itu,” jawab Ilhhon yakin.
“Eh? Iyakah?” Sungjae memasang pose berpikir, mencoba mengingat kejadian tadi. ‘Hey hyung tertua, sebenarnya kau niat menonton TV atau tidak sih?’ kata-katanya tadi terngiang kembali di telinganya. Bingo! ‘Itu dia kenapa Eunkwang hyung marah padaku,’ batin Sungjae menyadari kesalahannya.
“Benarkan?” tanya Ilhhon lagi. Sungjae hanya mengangguk mengiyakan. “Nah, itu dia.”
“Oh ya, apa Minhyuk hyung belum keluar kamar seharian ini?” tanya Peniel yang sudah duduk di tengah-tengah antara kedua dongsaengnya itu.
“Belum hyung. Ketika aku menanyakannya pada Eunkwang hyung, sepertinya Eunkwang hyung sangat marah pada Minhyuk hyung yang terlihat begitu pasrah,” Ilhoon menurunkan komik yang dibacanya. “Sebenarnya aku kasihan kepada Minhyuk hyung. Hey, bagaimana kalau kita membantunya?” usul Ilhoon.
“Bagaimana caranya?” tanya Sungjae bingung.
“Kita bantu Minhyuk hyung mendapatkan cintanya,” jawab Ilhoon bersemangat.
“Iya, tapi bagaimana caranya Ilhoon-ya?” tanya Peniel.
“Kita berunding saja dengan Eunkwang hyung dan Changsub hyung. Bagaimana?”
“Kau tidak kasihan padaku ha? Apa aku harus kembali menemui Eunkwang hyung?” ucap Sungjae takut.
“Aish, Eunkwang hyung tidak akan membunuhmu. Kajja!” Ilhoon menarik Sungjae dan Peniel ke ruang santai dimana Eunkwang tadi berada.
“Eunkwang hyung stop!” teriak Changsub kepada Eunkwang yang sejak tadi memang selalu mengganti-ganti chanel TV. “Kembalikan ke chanel sebelumnya,” perintah Changsub dan dia mulai mengamati TV itu dengan serius.
‘Berita hari ini pemirsa. Putri keluarga Lee, Hwang Minhyo, akan melangsungkan pernikahan besok lusa. Pernikahan mewah ini rencananya akan dilangsungkan di Istana Gyeongbok. Seperti yang bisa kita lihat saat ini, orang-orang sedang sibuk mempersiapkan pesta besar itu. Mari kita bertanya dengan salah satu orang yang ada disana.’ Chanel itu menyiarkan secara langsung acara persiapan pernikahan Minhyo, putri keluarga Lee yang terkenal sebagai milyarder itu.
“Eh? Itukan Minhyo eonni!” teriak Ilhoon sambil menunjuk ke arah TV dengan heboh.
Cklek~
Bersamaan dengan itu, Minhyuk keluar dari kamarnya. Dia bergabung bersama sahabat-sahabatnya yang ada di depan TV.
“Hey! Itu benar Minhyo eonni kan?!” Ilhoon masih saja heboh mempermasalahkan Minhyo. Minhyuk seketika itu langsung menoleh kearah TV. Dan benar saja, disana terlihat Hwang Minhyo -sang calon pengantin wanita- berada cukup jauh dibelakang sang presenter. Raut muka Minhyuk langsung berbinar melihatnya. ‘Akhirnya aku bisa melihatnya!’ batin Minhyuk gembira.
‘Bagaimana menurut anda pernikahan keluarga Lee ini?’ tanya sang presenter kepada salah seorang penata tempat yang ada disana.
‘Ya, bisa kita lihat. Ini merupakan pernikahan termewah yang pernah kusaksikan. Kami harus menghias setiap sudut istana ini. Dan sebagai tempat utama digunakan Paviliun Gyeonghoeru,” jawab sang penata tempat itu.
‘Baiklah pemirsa. Kami memiliki kesempatan untuk berbincang langsung dengan sang pemilik acara. Pasangan pengantinnya sendiri. Lim Hyunsik-ssi, Hwang Minhyo-ssi, bagaimana perasaan anda tentang acara ini?’ tanya presenter itu lalu menyodorkan mic-nya ke arah Hyunsik.
‘Tentu saja kami sangat bahagia. Benar begitukan Minhyo chagi?’ ucap Hyunsik sambil menatap Minhyo yang ada disampingnya. Minhyo hanya tersenyum kecil menjawab pertanyaan Hyunsik.
‘Baiklah terima kasih. Selamat ya. Semoga kalian menjadi pasanngan yang berbahagia,’ ucap presenter itu mengakhiri pembicaraannya.
“Yak! Apa-apaan namja itu. Dia tersenyum seolah-olah Minhyo noona itu miliknya!” ucap Ilhoon dengan emosi meluap-luap. Tiba-tiba Minhyuk beranjak dari sana, dia menghilang entah kemana.
“Minhyuk hyung akan kemana?” tanya Sungjae heran.
“Biarkan saja namja pengecut itu,” ucap Eunkwang dingin lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
“Hyung, kami punya ide,” ucap Ilhoon dengan mimik serius. Peniel dan Sungjae yang melihat Ilhoon sudah mulai serius juga ikut menjadi serius.
“Ide apa?” Eunkwang menoleh kearah Ilhoon masih sambil menyandarkan tubuhnya.
“Bagaimana jika kita membantu Minhyuk hyung mendapatkan kembali Minhyo noona?”
“Bagaimana caranya?” tanya Changsub kemudian.
“Itu dia, mari kita rundingkan,” Sungjae ikut menyambung percakapan.
“Aku sudah punya ide,” ucap Eunkwang tiba-tiba membuat Ilhoon, Changsub, dan Peniel menoleh kearahnya.
“Kalian tahu kenapa Minhyo masih menggunakan nama keluarga Hwang?” tanya Eunkwang yang hanya membuahkan gelengan kepala dari dongsaeng dan ketiga sahabatnya. “Kalian akan segera tahu. Kita akan gunakan itu untuk membuat Minhyuk kembali mendapatkan Minhyo,” Eunkwang berucap dengan smirk yang menempel pada bibirnya. Ilhoon, Changsub, dan Peniel hanya saling bertukar pandang dan mengangkat bahu masing-masing.
.
.
.
“Minhyo chagi, kesini dulu sayang,” ucap seorang yeoja paruh baya yang berdiri disamping kolam teratai di paviliun Gyeonghoeru.
“Ada apa eomma?” tanya Minhyo setelah dia sampai didekat eommanya.
“Kamu sudah makan siang chagi?” tanya sang eomma sambil mengelus kepala Minhyo.
“Belum eomma,” jawab Minhyo apa adanya.
“Aigoo, makanlah dulu. Nanti kamu bisa sakit kan? Lihatlah, kau sudah semakin kurus,”
“Ne eomma, nanti saja,”
“Tidak bisa begitu. Hyunsik-a!” sang eomma memanggil Hyunsik yang sepertinya sedang mengatur dekorasi di paviliun Gyeonghoeru.
“Ne eomeonim, ada apa?”
“Kamu sudah makan siang?”
“Belum eomeonim,”
“Kamu makanlah dulu bersama calon istrimu. Kalian harus menjaga kesehatan kalian,”
“Ne eomeonim,”
“Ya sudah, aku ke dalam paviliun dulu ne,” eomma Minhyo berjalan meninggalkan Hyunsik dan Minhyo menuju kedalam paviliun.
“Kajja kita berangkat,” Hyunsik melingkarkan tangannya dipinggang Minhyo dan menariknya untuk segera berangkat. Namun Minhyo hanya diam di tempat tak bergerak sedikitpun. Hyunsik yang tidak merasakan pergerakan dari Minhyo segera menolehkan kepalanya. Dilihatnya Minhyo yang sedang menundukkan kepala.
“Eum...mian Hyunsik-ssi. Bisakah...kau lepaskan tanganmu? Aku...tidak nyaman dengan ini,” ucap Minhyo hati-hati. Sebenarnya dia takut menyakiti hati Hyunsik, karena sejak awal dijodohkan dia belum bisa menerima Hyunsik.
“Ah, mianhae. Jeongmal mianhae, aku tidak sengaja,” Hyunsik segera menarik tangannya dari pinggang Minhyo. “Kajja kita makan dulu,” ucap Hyunsik mempersilahkan Minhyo berjalan lebih dulu. Minhyo melangkah lebih dulu meninggalkan Hyunsik, sedang Hyunsik dibelakang hanya tersenyum miris melihat Minhyo. ‘Kapan kau akan menerimaku Minhyo-ya?’ tanya Hyunsik dalam hati.
.
.
.
“Minhyo-ya, kau ingin makan apa?” Hyunsik mencoba memecah keheningan yang terasa di dalam mobil sejak mereka berangkat dari Istana Gyeongbok.
“Terserah kau saja,” jawab Minhyo tanpa mengalihkan pandangannya dari tepian jalan. Seolah-olah tepian jalan adalah objek yang sangat indah, mengalahkan namja yang sedang duduk disampingnya.
“Kumohon Minhyo-ya. Sekali ini saja kau mengatakan keinginanmu. Aku sudah bosan setiap kali ku tanya kau selalu berkata ‘terserah padamu’ apa kau tidak bisa mengucapkan kata lain selain itu?!” ucap Hyunsik sedikit membentak. Minhyo menatap Hyunsik dengan pandangan takut. Dia syok Hyunsik bisa marah seperti itu. Karena selama ini Minhyo belum pernah dibentak Hyunsik sedikitpun. Bahkan Hyunsik berbicara dengan nada tinggipun tak pernah, jadi wajar dia merasa kaget Hyunsik bersikap seperti itu.
“M-mianhae...” ucap Minhyo dengan suara bergetar seperti ingin menangis. Hyunsik yang mendengar suara bergetar Minhyo, memalingkan pandangannya terhadap jalan untuk menatap Minhyo.
‘Argh shit!’ teriak batin Hyunsik. Dia melihat Minhyo menundukan kepalanya dalam, dapat ia lihat dari samping wajah Minhyo memerah. Hyunsik sangat yakin bahwa Minhyo akan menangis.
Dengan cekatan Hyunsik menepikan mobilnya dan melepas seatbelt yang melingkar ditubuhnya. Dia mencondongkan tubuhnya kearah Minhyo. “Mianhae Minhyo-ya, aku tidak bermaksud membentakmu,” ucap Hyunsik dengan nada sehalus mungkin sambil mengelus pelan kepala Minhyo. Minhyo yang mendapat perlakuan selembut itu, mendongakkan kepalanya untuk memandang Hyunsik.
‘Shit! Lim Hyunsik! Apa yang kau lakukan?! Kau baru saja menakutinya!’ geram batin Hyunsik setelah mata Minhyo bergenang air mata.
“Mianhae, jeongmal mianhae...”
“Seharusnya aku yang minta maaf. Jeongmal mianhae Hyunsik-ssi,” Minhyo memotong perkataan Hyunsik. Hyunsik yang tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari Minhyo, hanya terdiam membeku. “Aku...aku selama ini mungkin sudah menyakiti...hatimu. Aku selalu berlau dingin padamu,” Minhyo menghapus air matanya sendiri dan tersenyum kearah Hyunsik. “Mulai sekarang aku akan mencoba membuka hatiku padamu,” lanjutnya dengan senyum tulus tersemat dibibirnya. Hyunsik hanya bisa melongo karena syok mendengar penuturan Minhyo. Namun Hyunsik segera memperbaiki ekspresinya dan membalas senyuman Minhyo. Setidaknya dia merasa lega sekarang, orang yang dia cintai mau membuka hati untuknya.
Hyunsik bergerak memeluk Minhyo. Entahlah, perasaannya sangat membuncah, penantian yang selama ini dijalaninya akhirnya terbayar sudah. Hanya tinggal menunggu lusa, dan Minhyo akan benar-benar menjadi miliknya. Hanya miliknya. Hyunsik tersenyum sendiri memikirkan hal itu. Dia melepas pelukannya terhadap Minhyo dan menatap wajah cantik Minhyo.
“Gomawo,” ucap Hyunsik sambil membelai lembut pipi Minhyo. Minhyo hanya mengangguk untuk menjawab ucapan terima kasih Hyunsik.
Hyunsikpun segera memacu mobilnya menuju restoran terdekat untuk makan bersama Minhyo. Disepanjang perjalanan, senyuman tak pernah lepas dari bibir Hyunsik.
.
.
.
“Minhyuk hyung, sebaiknya kau makan dulu,” ucap Ilhoon sambil melongokkan kepalanya kedalam kamar Minhyuk. Dia kemudian masuk sambil membawa nampan berisi segelas susu dan sepiring nasi untuk Minhyuk.
“Nanti saja Ilhoonie, aku belum lapar,” Minhyuk beranjak dari kasurnya dan menerawang langit malam dari dalam kamar itu.
“Kau bisa sakit hyung. Sebaiknya kau makan dulu. Ini aku membawakan makanan untukmu. Jika kau sakit, Minhyo noona pasti akan sedih,” Ilhoon meletakkan nampan berisi makanan dan minuman Minhyuk.
“Hhh~ apakah dia masih sempat memikirkanku? Sepertinya dia sangat sibuk dengan pesta pernikahannya,” ucap Minhyuk lirih.
“Dia pasti memikirkanmu. Jika tidak, maka kita buat dia memikirkanmu,” ucap Ilhoon lalu meninggalkan kamar Minhyuk.
“Apa yang...” Minhyuk tidak meneruskan kata-katanya karena Ilhoon sudah tidak berada dikamar itu lagi. ‘Apa sebenarnya yang dimaksud Ilhoon?’ batin Minhyuk bingung. Namun dia tidak mau ambil pusing dan kembali melamun menatap langit malam dari jendela yang ada disampingnya.
‘Apa kau benar-benar sudah merasa bahagia Minhyo-ya? Apa kau sudah sungguh mengambil keputusan ini?’ batin Minhyuk miris.
.
.
.
FLASHBACK
Matahari pagi menyapa begitu cerah. Sinarnya menyusup di celah-celah jendela sebuah kamar yang masih tampak lenggang. Terlihat seorang yeoja dan seorang namja yang masih terlelap dengan damainya. Saling mendekap. Posesif. Hingga sang yeoja sedikit bergerak karena terganggu dengan sinar matahari yang sudah menusuk kelopak matanya, memaksanya untuk membuka. Yeoja itu perlahan membuka kedua manik matanya, menampakkan manik coklat besar yang bening. Dan hal pertama yang ditangkap retinanya adalah sosok namja manis yang masih memejamkan mata terlihat damai. Yeoja itu tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengelus surai hitam kelam milik sang namja. Sang namja hanya menggeliat pelan sebagai reaksinya. Yeoja itu terkikik geli kemudian menyingkirkan tangan sang namja yang melingkar indah dipinggangnya. Yeoja itu menyingkirkan tangan sang namja dengan pelan, sangat pelan karena takut mengusik tidur sang namja. Yeoja itu berjalan ke kamar mandi berniat membersihkan tubuhnya.
“Eung~” erangan kecil terdengar dari mulut sang namja. Dia membuka kedua manik matanya dan memandang tempat disampingnya yang sudah kosong pertanda seseorang yang tidur disana sudah terbangun lebih dulu. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut di kamar itu, berharap menemukan sosok yang dicarainya. Sayup-sayup dia mendengar gemericik air di kamar mandi. Tiba-tiba seulas senyum manis tersemat di bibir tipisnya dan di kembali memejamkan mata. Dia yakin bahwa sosok yang dicarinya sedang mandi.
Cklek~
Seorang yeoja keluar dari kamar mandi. Yeoja itu sudah mengenakan pakaian lengkap, dan rambutnya sedikit basah terkena air. Dia berjalan kearah pintu balkon, menyingkap tirai yang menutupi pintu kaca itu dan membuka pintunya, membiarkan sinar sang surya dan angin musim semi memasuki kamarnya.
“Kau sudah bangun?” tanya sebuah suara yang sedikit serak dari belakangnya. Yeoja itu segera menolehkan kepalanya menatap seseorang yang menyapanya barusan.
“Eh? Ne oppa,” jawab yeoja itu sambil tersenyum, membuat matanya menghilang berganti satu garis melengkung. “Apa cahaya ini mengganggu tidurmu?”
“Anni. Aku memang sudah bangun sejak kau mandi tadi,” jawab sang namja. Yeoja itu hanya tersenyum. “Kenapa kau bangun pagi sekali?” tanya sang namja lagi.
“Aku akan menyiapkan sarapan. Bukankah hari ini kau sudah berjanji mengajakku piknik di kebun bunga milik temanmu itu oppa? Kau tidak melupakan janjimu kan?” ucap sang yeoja, memicingkan matanya kearah sang namja. Si namja hanya tersenyum tipis, dia beranjak dari tempat tidur untuk mendekati sang yeoja.
“Ne. Aku tidak akan pernah melupakan janji yang kubuat untukmu Minhyo-ya,” ucap sang namja sambil mengacak pelan rambut sang yeoja. Sang yeoja yang dipanggil Minhyo itu tersenyum lagi, membuat manik coklat besarnya tersembunyi.
.
.
.
‘Bahkan sampai saat ini aku tidak pernah melupakan janjiku kepadamu Minhyo-ya.’
.
.
.
“Kajja sarapan. Makanannya sudah hampir siap,” ucap Minhyo lalu menarik tangan Minhyuk lembut.
“Siksahaseyo~” teriak Minhyo riang. ‘Ah, yeoja ini benar-benar periang’ batin Minhyuk. Minhyuk mengangguk sambil mengulum senyumnya melihat tingkah kekanakan Minhyo.
“Massita?” tanya Minhyo pada Minhyuk setelah Minhyuk memasukkan sup Miso ke dalam mulutnya. Minhyo memandang Minhyuk dengan mata bulat besarnya.
“Eum~ massita,” jawab Minhyuk sambil mengangguk. “Kau memang pandai memasak Minhyo-ya. Dan, kau selalu tahu seleraku,” puji Minhyuk yang sukses membuat pipi Minhyo dipenuhi semburat merah.
“Gomawo,” ucap Minhyuk sepenuh hati sambil menatap dalam Minhyo. Minhyo yang merasa dilihat seperti itu hanya menunduk menghindari tatapan Minhyuk. Minhyo yakin, wajahnya sudah sangat merah saat ini. Entah kenapa Minhyo sangat senang dipuji oleh oppanya tersebut. “Kau sudah memasakkan Sup Miso, Cheonggugjang, dan Gamjatang untukku. Kau memang tahu apa kesukaanku ne?” ucap Minhyuk lagi, sedangkan Minhyo hanya tersenyum salah tingkah.
.
.
.
‘Kapan kau akan kembali memperhatikanku dan merawatku Minhyo-ya?’
.
.
.
Minhyuk memandang sosok disampingnya, seulas senyum manis tersemat di bibir Minhyuk. “Yeppeo,” gumam Minhyuk pelan. Dia mengusap surai coklat Minhyo.
“Minhyo-ya irreona,” ucap Minhyuk lembut, dia mengguncang pelan bahu Minhyo berharap yeoja itu cepat bangun. Namun entah karena terlalu lelah atau apa, Minhyo tak kunjung bangun. Minhyuk hanya tersenyum melihat tidur Minhyo yang damai. Manik matanya mengamati wajah Minhyo, setiap incinya. Manik matanya menatap lekat satu objek, bibir Minhyo. Perlahan Minhyuk mendekatkan kepalanya kepada Minhyo. Menempelkan bibir tipisnya dengan bibir kissable Minhyo. Pelan. Sangat pelan, Minhyuk menempelkan bibirnya. Dia takut Minhyo terbagun.
“Eung~” suara erangan Minhyo menginterupsi kegiatan Minhyuk. Minhyuk dengan segera menarik kepalanya ke belakang, melepaskan kecupannya terhadap Minhyo. Dengan cemas Minhyuk menatap Minhyo. ‘Apa dia menyadari semuanya?’ batin Minhyuk was-was.
“Eung~ oppa. Apa kita sudah sampai di rumah temanmu itu?” tanya Minhyo dengan suara serak sambil mengamati suasana di luar mobil. “Ne. Kita sudah sampai,” jawab Minhyuk.
“Aaa~  kenapa oppa tidak membangunkanku?” rengek Minhyo sambil mengembungkan pipinya imut dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Minhyuk tertawa pelan, ‘Sepertinya Minhyo tidak menyadari bahwa aku sudah mencuri ciuman darinya,’ batin Minhyuk lega. Tangannya terulur untuk mencubit pipi Minhyo. “Mianhae ne, nae Minnie. Oppa lihat tidurmu nyenyak sekali, jadi oppa tidak tega membangunkanmu,jawab Minhyuk lembut.
“Eum ne~ arrata. Kita turun sekarang? Aku sudah tidak sabar melihat taman bunganya,” tanya Minhyo sambil memiringkan kepalanya. ‘Aigoo~ imut sekali.’ batin Minhyuk.
“Eum, ne. Kajja,
.
.
.
‘Apa kau sadar bahwa aku sudah mencuri ciuman darimu Minhyo-ya? Jika kau sadar, datanglah kemari dan marahlah. Itu lebih baik daripada aku tidak bisa melihatmu sama sekali.’
.
.
.
“Nah, ini taman bunga milikku. Jika ingin jalan-jalan silahkan ne, aku akan kembali kedalam,” ucap Eunkwang lalu meninggalkan Minhyo dan Minhyuk berdua. Minhyuk mengalihkan pandangannya dari Eunkwang kepada Minhyo. Dia melihat Minhyo berbinar-binar melihat taman bunga yang ada dihadapannya, sesekali Minhyo membungkuk untuk mencium wangi bunga yang ada di depannya. Ya, taman bunga ini adalah taman milik sahabatnya, Seo Eunkwang.
“Joa?” tanya Minhyuk. Minhyo beralih memandang Minhyuk dan menganguk-angguk lucu. “Oppa, kajja kita ke sana,” ajak Minhyo riang. “Kajja,” Minhyuk menarik tangan Minhyo ke arah sekerumun bunga lily.
“Benarkan disini sangat indah,” ucap Minhyo sibuk menciumi satu persatu bunga lily yang ada di sana.
“Apa kau mengetahui semua jenis bunga yang ada di sini? Setahuku kau sangat menyukai bunga,” ucap Minhyuk mendekati Minhyo.
“Tentu saja. Lihat yang di sana oppa. Bunga yang berwarna putih dan berukuran kecil-kecil itu. Itu adalah bunga Lily of the Valley.”
“Bunga yang dikabarkan sebagai air mata Bunda Maria?” tanya Minhyuk.
“Ne. Tapi bunga itu juga diceritakan sebagai bunga yang melawan kekuatan naga dalam dunia fairy,” ucap Minhyo memperjelas. “Lalu bunga yang ini. Ini adalah Calla Lily. Meskipun bunga ini sangat indah, tapi ini termasuk bunga yang beracun. Lalu bunga yang seperti berasal dari dunia peri itu adalah Bleeding Heart. Indah bukan?”
“Bleeding Heart?” tanya Minhyuk karena merasa tertarik dengan namanya. “Hati yang berdarah?”
“Ne. Mungkin karena warnanya merah dan bentuknya menyerupai hati jadi dinamai seperti itu. Hihihi~” Minhyo terkekeh lucu.
“Lalu yang itu?” tanya Minhyuk sambil menunjuk sebuah bunga yang mempunyai warna sangat menarik.
“Itu Lantana. Warna kelopaknya akan berubah seiring bertambahnya umur tanaman.”
“Seperti manusia” ucap Minhyuk. Minhyo hanya mengangguk untuk mengiyakan pernyataan Minhyuk.
“Lalu kau tahu bunga yang berwarna kuning dengan bagian tengah yang berwarna hitam itu oppa?”
“Ne. Bunga apa itu?”
“Black Eyes Susan. Bunga abadi yang melambangkan keceriaan.”
“Jeongmal?”
“Ne,” jawab Minhyo. Namun tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sendu dan dia berjalan mendekati satu bunga berwarna ungu yang tumbuh di dekat bunga Black Eyes Susan tadi.
“Dan bunga ini...” ucap Minhyo menggantung. Minhyuk yang penasaran segera mendekati Minhyo dan berjongkok disampingnya. “Ini adalah bunga Blue Bells. Bunga indah yang melambangkan kesendirian dan penyesalan. Hhh~” Minhyo menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya. “Bunga ini tidak seharusnya tumbuh di dekat Black Eyes Susan. Karena mereka memiliki makna yang kontras berbeda,” lanjut Minhyo lalu mencabut bunga itu dan memindahnya menjauh dari bunga Black Eyes Susan.
“Lalu bunga apa yang manjadi bunga favoritmu?” tanya Minhyuk kemudian setelah Minhyo selesai memindahkan bunga tadi.
“Ini dia, Hydragea. Bunga ini menunjukkan kepolosan. Aku ingin disaat pernikahan nati buket bungaku berisi bunga ini,” ucap Minhyo sambil tersenyum menatap bunga itu. “Ah ya, selain ini, aku juga suka lily dan sakura,” sambung Minhyo.
“Wae?” tanya Minhyuk.
“Karena lily adalah ratunya bunga. Dan Sakura...entah, tapi aku suka,” jawab Minhyo riang.
.
.
.
‘Di taman itu. Apa kau masih mengenangnya Minhyo-ya? Aku masih mengenangnya. Aku masih ingat hingga saat ini. Tidakkah kau ingin kembali kesini sebelum musim semi ini berakhir?’
.
.
.
“Op~” ucapan Minhyo terhenti ketika melihat Minhyuk sedang melamun menghadap taman bunga. Minhyo menutup pintu kamar itu pelan, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara lalu berjalan menghampiri Minhyuk dengan mengendap-endap. Minhyo mendudukkan dirinya di samping Minhyuk, menatap wajah Minhyuk dari samping. Seulas senyum geli terukir di bibir kissable Minhyo. Tangannya terulur kearah bibir Minhyuk. Dia menaruh telunjuknya di bibir Minhyuk, bermaksud menyuruh Minhyuk menutup mulutnya. “Sst~ hilangkan kebiasaanmu oppa,” ucap Minhyo sambil mengatupkan bibir Minhyuk. Ya, Minhyuk memang memiliki kebiasaan tidak menutup mulutnya. *see. Kalian tahu kebiasaan Minhyuk BTOB kan? J*
Minhyuk mengalihkan pandangannya kepada yeoja yang duduk disampingnya.  Minhyuk menatap dalam mata Minhyo.
Deg~ Deg~ Deg~
Jantung Minhyuk memompa dua kali lebih cepat dari biasanya. Menjadikan dia sulit mengambil nafas.
“Eung sepertinya aku akan mandi saja,” ucap Minhyo lalu berlari melesat ke kamar mandi.
.
.
.
‘Bahkan aku masih ingat kebiasaanmu mengingatkan aku Minhyo-ya. Kembalilah...kumohon...’
.
.
.
Suara cicit burung bersahutan meyambut pagi yang sangat cerah ini. Minhyuk dan Minhyo masih terlihat bergulung di balik selimut. Terlihat sedikit pergerakan dari Minhyuk dan dengan perlahan dia membuka matanya. Dia langsung mengembangkan senyum tatkala hal pertama dilihatnya adalah Minhyo yang sedang tertidur pulas. Tangan Minhyuk terulur mengelus rambut Minhyo. “Eung~” Minhyo mengerang kecil karena merasa ada yang menyentuhnya. Minhyo membuka matanya dan melihat bahwa Minhyuklah yang mengelus rambutnya. Minyuk tersenyum dan membuat Minhyo  juga ikut tersenyum.
“Kau tidur nyenyak?” tanya Minhyuk.
“Eum~ ne oppa. Sangat nyenyak,” jawab minhyo sambil mengangguk imut.
“Apa yang aku katakan benarkan? Kau hanya akan tertidur kalau sudah kupeluk,” ucap Minhyuk menggoda Minhyo.
“Mwo? Itu tidak benar!” ucap Minhyo mengelak.
“Ei~ akui saja Minhyo. Buktinya semalam kau langsung tidur setelah kupeluk.”
“Tidak.”
“Iyaaa~”
“Tidak.”
“Iya,” Minhyuk segera beranjak dari kasur ketika dia mendapat sinyal bahwa Minhyo akan mengejarnya. Dan benar saja, Minhyo langsung bangkit dari posisi tidurnya dengan membawa bantal dan mulai mengejar Minhyuk.
“Yak! Berhenti oppa. Jangan menggodaku terus,” ucap Minhyo sambil terus mengejar Minhyuk.
“Aku tidak akan berhenti kalau kau belum mengakuinya. Akuilah lebih dulu,” ucap Minhyuk sambil tetap menggoda Minhyo.
“Eung, baiklah. Bagaimana jika benda ini kupatahkan?” ucap Minhyo sambil memegang kepingan VCD Dark Knight milik Minhyuk.
“Andwae. Jangan yang itu Minhyo ya.”
“Hihihi~” Minhyo terkikik geli melihat ekspresi yang dikeluarkan Minhyuk. Minhyuk yang menyadari bahwa Minhyo hanya mengerjainya, segera mengubah ekspresi memelasnya. “Kau sudah mulai nakal ne?” ucap Minhyuk sambil mendekati Minhyo. Minhyo yang menangkap sinyal-sinyal bahaya pun segera mundur menjauhi Minhyuk.
“Ayo, kemari,” ucap Minhyuk dengan seringaian di bibirnya. Minhyo masih tetap mundur sambil sesekali memukul Minhyuk dengan bantal yang sedari tadi tak lepas dari tangannya.
“Aaa~ oppa hentikan. Ampun oppa, ahahahaha~” ucap Minhyo sambil berlari menghindari Minhyuk.
“Hap~ kena kau,” Minhyuk berhasil menangkap Minhyo dengan mendekapnya dari belakang.
“Ahahaha~ ne aku mengaku kalah,” Minhyo masih tertawa-tawa dalam dekapan Minhyuk. Minhyuk yang merasa lelah membawa Minhyo yang masih ada dalam dekapannya untuk duduk di jendela. Minhyuk menghirup aroma tubuh dari tengkuk Minhyo. Tiba-tiba Minhyo terdiam, dia memejamkan mata dan menikmati pelukan Minhyuk. Begitu juga dengan Minhyuk,dia juga melakukan hal yang sama. Semilir angin membuat suasana yang tercipta menjadi semakin romantis.
.
.
.
‘Bisakah aku kembali memelukmu Minhyo-ya? Bisakah?’
.
.
.
“N-Ne. Baru perencanaan membangun. Tapi jika kalian mau menolong, mungkin pengembangan perusahaan di Jepang akan segera terwujud,” jawab appa Minhyuk pelan. Dia sebenarnya ragu untuk mengatakan ini, tapi karena keadaan mendesaknya dia terpaksa melakukannya.
“Menolong? Maksud appa?” tanya Minhyuk semakin bingung dengan kata-kata appanya.
“Ah, itu...sebenarnya Minhyo yang bisa membantu kami,” sang appa mulai gelagapan dengan pertanyaan putranya itu.
“Aku? Apa yang bisa kubantu appa? Setahuku memiliki perusahaan di Jepang itu adalah keinginan abeoji dan eomma sejak dulu,” Minhyo memandang kedua orang tuanya lekat-lekat. Sebenarnya dia masih bingung kenapa dirinya yang tidak pernah berkecimpung mengurus perusahaan bisa membantu? Bukankah seharusnya Minhyuklah yang bisa membantu karena dia sering membantu appa mengurus perusahaan.
“Ne itu benar Minhyo. Memiliki perusahaan di Jepang itu memang impian kami sejak dulu. Maka dari itu eomma punya permintaan. Kau mau mewujudkannya kan chagiya?” tanya eomma Minhyo tiba-tiba. Minhyo mengalihkan pandangannya menatap wajah sang eomma.
“Ne eomma. Apapun akan ku lakukan untuk eomma. Apapun itu eomma katakan pada Minhyo, Minhyo akan melakukannya,” ucap Minhyo mantap.
“Eomma hanya ingin satu hal, dan itu juga bukan hal yang berat,” eomma Minhyo memberi jeda sebentar pada kata-katanya.“Eomma ingin kau menikah dengan Hyunsik. Hanya itu saja.”
.
.
.
‘Semua begitu indah hingga saat eomeoni mengatakan satu hal itu. Menikah. Ya, kata itu yang mencekikku hingga sekarang.’
.
.
.
“Ne eomma. Aku mau,” aku mendengarnya. Langkahku terhenti ketika aku mendengar Minhyo menerima perjodohan ini. Aku mendengarnya. Itu artinya cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Itu artinya Minhyo menolakku bahkan sebelum aku menyatakan cinta. Aku tersenyum pahit lalu melanjutkan langkahku ke luar. Ini kenyataan yang sangat pahit bagiku.
.
.
.
‘Dan kau menerimanya. Kau menerimanya Minhyo-ya. Kau pergi dari hidupku. Apa ada yang kurang dariku? Apa kau takut bahwasannya kita adalah saudara tiri? Apa kau hanya ingin membantu eomma dan appa tanpa mempedulikan perasaanku? Apa alasanmu menerima pernikahan itu Minhyo?’
.
.
.
“Minhyo...kenapa kau menerima perjodohan ini? Kenapa kau tidak menolaknya saja? Tak tahukah bahwa aku mencintaimu? Neomu saranghaeyo,” ucap Minhyuk sambil mengelus surai coklat Minhyo. Mereka masih dalam posisi yang sama meskipun pagi sudah menjemput.
“Apa...yang kau katakan barusan oppa?” tanya Minhyo tajam. Minhyuk membeku mendengar suara Minhyo, bibirnya terbungkam. Dia tidak menyangka ternyata Minhyo sudah terbangun dari tidurnya.
“I-itu...”
“Apa maksud kata-katamu barusan oppa?! Jawab aku?!” teriak Minhyo emosi. “Oppa...kau tahu ini salah bukan? Kau tahu ini salah kan?! Kau~” teriakan Minhyo terputus karena ponsel Minhyo berdering tanda ada telepon masuk.
I stole those lips, I had to
I want you, without an explanation or excuse, I stole your lips
~

“Yeoboseyo eomma.”
“...”
“Ne.”
“...”
“Baiklah. Aku akan segera bersiap.”
“...”
“Ne eomma.”
Minhyo menutup telepon dari eommanya. Dia kembali menatap tajam Minhyuk yang sejak tadi memperhatikan Minhyo.
“Aku harap kau segera menyadari bahwa semua ini salah oppa,” ucap Minhyo lalu berjalan meninggalkan Minhyuk.
“Argh..!!! Wae? Wae?! Apa Minhyo membenciku? Ya. Dia pasti membenciku. Kenapa kau bodoh sekali Lee Minhyuk!” teriak Minhyuk frustasi. Dia sangat menyesali apa yang baru saja terjadi. Dia mengusap wajahnya kasar lalu menangkupnya dengan kedua tangan. Lama dia dalam posisi itu hingga terdengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Minhyuk mengangkat wajahnya dan yang didapatinya adalah Minhyo yang mengenakan dress. Terlihat akan pergi.
“Kau akan kemana Minhyo-ya?” tanya Minhyuk.
“Bertemu calon suamiku,” jawab Minhyo singkat lalu kembali masuk kedalam kamar. Minhyuk mengikutinya dari belakang.
“Sekali lagi aku akan mengatakan ini. Batalkan perjodohan ini Minhyo. Batalkan perjodohan ini dan pergilah bersamaku,” ucap Minhyuk mencoba merubah keputusan Minhyo.
“Tidak akan,” jawab Minhyo singkat padat dan jelas.
“Minhyo, batalkan perjodohan ini. Aku tahu kau tidak mencintai namja itu,” ucap Minhyuk tak menyerah.
“Oppa! Meskipun aku tidak mencintai namja itu, aku tetap harus menikah dengannya! Ini permintaan eomma. Aku tidak bisa menolaknya,” jawab Minhyo sambil berdandan di depan cermin. Minhyuk mendudukkan dirinya di sofa yang ada di kamar tersebut tanpa melepaskan tatapan tajamnya kepada Minhyo. Minhyo mematut diri di depan cermin. Merasa cukup, dia meninggalkan kamar itu tanpa melihat ke arah Minhyuk.
“Minhyo berhenti. Batalkan semua,” ucap Minhyuk dingin sambil beranjak dari duduknya. Minhyo berusaha tidak menanggapi kata-kata Minhyuk, dia tetap melanjutkan berjalan keluar kamar itu. Minhyuk yang sudah tidak bisa menguasai amarahnya menghampiri Minhyo dan menarik bahunya.
“Oppa lepaskan!” Minhyo berusaha memberontak, berusaha melepas cengkeraman tangan Minhyuk di lengannya.
“Aku bilang batalkan semuanya!” bentak Minhyuk.
“Tidak akan! Aku tidak akan membatalkannya!” teriak Minhyo masih sambil memberontak. Minhyuk yang sudah dikuasai amarah segera menarik tengkuk Minhyo dan membungkam bibir Minhyo dengan bibir tipisnya. Ya, Minhyuk mencium Minhyo. Ciuman yang penuh dengan luka.
“Hmm~ leph..phaass~” ucap Minhyo di tengah ciumannya. Dia masih berusaha memberontak.
“Argh~” Minhyo mendorong keras pundak Minhyuk hingga Minhyuk terdorong kebelakan dan ciuman merekapun terlepas.
Plakk~
Minhyo menampar pipi Minhyuk. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu. Air mata sudah menggenangi pelupuk mata Minhyo, sebagian sdah mengalir membasahi pipinya. Dia mengusap bibirnya, bekas dicium Minhyuk. Dia lalu meningalkan Minhyuk tanpa mengatakan sepatah katapun. Hanya tatapan terluka yang dilayangkan Minhyo kepada Minhyuk.
“Argh!!” Minhyuk mengacak kasar rambutnya. “Kenapa begini??!!!” teriak Minhyuk frustasi.
.
.
.
‘Maafkan aku. Maafkan aku jika tindakanku itu membuatmu menjauh. Maafkan aku dan kembalilah padaku. Aku berjanji akan membuatmu bahagia. Aku berjanji akan menjagamu. Aku berjanji. Kembalilah.’
FLASHBACK OFF
Air mata Minhyuk menetes tanpa bisa ditahan lagi. Biarlah...biarlah namja menangis untuk saat ini saja. Jika saja Minhyo bukanlah adik tirinya. Jika dia tidak pernah merestui pernikahan appanya dan eomma Minhyo. Minhyuk pasti akan mendapatkan Minhyo. Minhyo pasti sedang berada dipelukannya saat ini. Minhyo pasti sedang tersenyum manis kearahnya.
Cklek~
“Lee Minhyuk. Bukan waktunya untuk menangis. Ikut aku dan semua akan kembali,” ucap Eunkwang dingin lalu menarik tangan Minhyuk keluar dari kamar.
“Ya Seo Eunkwang! Apa yang kau maksud?!” tanya Minhyuk sedikit marah.
“Kau diamlah dan ikut saja,” Eunkwang menyerert Minhyuk keluar dari rumah itu dan memaksanya masuk kedalam mobil. Eunkwang memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumahnya itu. Menyisakan Minhyuk yang masih bertanya-tanya apa yang akan sahabatnya itu lakukan.
.
.
.
OTHER SIDE
Di saat yang sama, sorang yeoja sedang melamun menatap taman belakang rumahnya dari beranda yang ada dikamarnya. Air mata sudah menganak sungai di pipinya. Sesekali terdengar isakan kecil dan gumaman-gumaman yang diucapkannya ditengah isakannya yang makin menjadi.
“Minhyuk oppa...hiks...oppa...hiks...tolonglah aku...hiks...tolonglah aku disini...hiks...aku tidak siap menghadapi pernikahan beok lusa...hiks...hiks...kumohon jemputlah aku disini...hiks...bawa aku pergi...”
Ternyata tanpa Minhyuk sadari, Minhyo sedang mengharap kedatangannya. Minhyo menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan segala perasaan sesak yang seolah menyumbat saluran pernapasannya. Tangan kurusnya bergetar meraih bibirnya yang sudah basah terkena air mata.
Sekelebat bayangan ketika Minhyuk menciumnya secara paksa kembali terputar dikepalanya. Dia memukul-mukul pelan kepalanya. ‘Kenapa...kenapa bayangan ini tidak bisa hilang?! Kenapa?!’ teriak batin Minhyo. Dia semkin terisak ketika mengenang momen-momen yang ia lalui bersama Minhyuk. Tubuhnya merosot, terduduk di lantai dingin beranda kamar itu.
Cklek~
Pintu kamar Minhyo terbuka, menampakkan sosok namja tampan dengan matanya yang sipit. Namja itu tak lain dan tak bukan adalah calon suami Minhyo, Hyunsik. Hyunsik berjalan mendekati Minhyo. Dari wajahnya terlihat jelas gurat kekhawatiran yang tak bisa ditutupi. Setelah sampai didekat Minhyo, Hyunsik mensejajarkan dirinya dengan Minhyo. Tangan kokohnya perlahan meraih tubuh ringkih Minhyo, menyandarkan pada dada bidangnya. Dengan perlahan pula, Hyunsik mengelus surai coklat Minhyo.
“Sssttt~ uljima Minhyo-ya,” sebuah bisikan lembut mengalun ditelinga Minhyo, membuat hati Minhyo perlahan-lahan menjadi tenang. Isakan-isakan Minhyopun perlahan mulai mereda.
“Uljima...uljima...jangan menangis lagi,” bisikan lembut itu lagi. Bisikan dari Hyunsik. Minhyo dengan perlahan memejamkan matanya, mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Tak lama, dengkuran halus terdengar oleh indra pendengar Hyunsik. Dia menoleh mengamati wajah Minhyo yang bertumpu di pundaknya. Terlihat sangat letih, namun hembusan nafas teratur sudah berhembus dari hidung Minhyo. Minhyo jatuh tertidur di dalam dekapan Hyunsik.
“Apa yang kau pikirkan Minhyo-ya? Kenapa kau begitu terbebani?” bisik Hyunsik pelan. Dia menggendong Minhyo Bridal Style, membawanya ke ranjang Queen Size milik Minhyo. Dengan perlahan Hyunsik membaringkan Minhyo dan menyelimutinya. Sejenak dia menatap Minhyo yang menggumamkan satu kata berulang-ulang. Hyunsik hanya tersenyum mendengarnya. Ternyata Minhyo mengigau.
“Aku sudah mengerti semuanya Minhyo-ya,” gumam Hyunsik sebelum beranjak meninggalkan Minhyo. Baru beberapa langkah ia meninggalkan Minhyo, ia berbalik dan kembali mendekati Minhyo. Hyunsik merendahkan tubuhnya, mengecup pelan kening Minhyo. “Good Night,” bisiknya lembut lalu meninggalkan Minhyo. Kali ini dia benar-benar keluar dari kamar Minhyo.
.
.
.
Tak terasa, hari pernikahanpun tiba. Minhyo sedang termenung sendiri di kamar pengantin wanita tempat ia dirias. Minhyo memandangi pantulan dirinya di cermin dalam diam. Rambut coklat panjangnya dibiarkan terurai indah dengan sedikit hiasan bunga di kepalanya. Leher jenjangnya terbalut kalung mutiara yang sangat undah. Tubuh rampingnya terbalut gaun pengantin hitam yang sangat indah, dengan banyak renda disana-sini. Hitam? Ya gaun pengantin hitam. Hyunsik ingin nuansa pernikahan ini didominasi warna hitam dan merah.
Tok~ Tok~ Tok~
Terdengar ketukan pelan di pintu tersebut. Dengan malas Minhyo menolehkan kepalanya, namun tidak ada satu orangpun yang masuk. Akhirnya Minhyo beranjak dari duduknya dan membuka pintu itu. Terlihat sesosok yoeja mungil dengan balutan gaun ringan berwarna coklat lembut sedang tersenyum lebar kearahnya, hingga manik matanya menghilang digantikan satu garis melengkung.
“Daisy...Daisy Hwang!” pekik Minhyo setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hey, setahunya Daisy, sahabat karibnya ini sedang berada di Amerika kan? Kenapa bisa muncul di sini?
“Hey Emily Hwang, kau tidak perlu memasang ekspresi aneh seperti itu,” ucap yeoja yang dipanggil Daisy tadi. “Setidaknya biarkan sahabatmu ini masuk dulu,” Daisy mengembungkan pipinya, memasang pose pura-pura marah yang terlihat imut.
“Ah ne, masuklah,” Minhyo menyingkirkan tubuhnya dari pintu sehingga Daisy bisa masuk. Daisy langsung berlari masuk kedalam ruangan itu, dan mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana.
“Huaa~ aku lelah sekali. Setelah mendengar berita pernikahanmu hari ini, aku langsung terbang dari Jepang kau tahu. Dan setelah tiba di Seoul, aku langsung kemari. Kau bisa membayangkan betapa lelahnya aku kan?” ucap Daisy panjang lebar dengan aksen bahasa Inggris yang kental.
“Ah mianhae. Gomawo ne, sudah mau berlelah-lelah datang kemari. Padahal kau tidak datangpun tidak masalah kok,” ucap Minhyo menyusul Daisy yang duduk di sofa.
“Apa kau bilang?! Aku tidak datang tidak masalah?! Yak! Sahabat macam apa kau ini!” marah Daisy.
“Tapikan aku takut mengganggumu yang sibuk,”
“Eh, aku tidak sibuk. Sekitar hampir 1 tahun aku berada di Jepang. Bukankah Jepang dekat dengan Korea, jadi kau mengabariku kapan saja aku pasti datang,”
“Jepang? Untuk apa kau ada di Jepang?” Minhyo memiringkan kepalanya bingung.
“Aku merintis usaha di Jepang,”ucap Daisy sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Wah! Chukkae!” Minhyo memeluk Daisy erat.
“Jadi, mana calon suamimu? Apa si Minhyuk oppa pabbo itu?”
DEG~
Mendengar kata Minhyuk, jantung Minhyo berdetak dua kali lebih cepat. ‘Kenapa? Kenapa harus teringat padanya lagi?’ batin Minhyo miris. Kembali, air mata menggenang di pelupuk matanya.
“Hey, kenapa berkaca-kaca seperti itu?” tanya Daisy heran.
“Aku...”
Cklek~
“Minhyo-ya?” seorang namja masuk kedalam ruangan itu. Namja itu mengenakan tuxedo berwarna hitam, serasi dengan gaun Minhyo. Namja itu tersenyum mendapati Minhyo yang sudah berdandan sangat cantik, sepertinya sudah siap untuk melangsungkan upacara pernikahan.
“Hyunsik-ssi,” ucap Minhyo lirih. Namja itu bergerak mengelus rambut Minhyo pelan.
“Kau sudah siap? Jangan lupa, kau harus memberikan senyum menawanmu. Aku akan menunggumu di altar,” ucap Hyunsik dengan senyumnya.
“Eh? Altar? Dia siapa Minhyo-ya?” tanya Daisy bingung. Menunggu di altar? Namja yang menunggu di altar itu, bukannya calon suami ya? Kira-kira begitulah isi pikiran Daisy saat ini.
“Oh Daisy, perkenalkan. Ini Lim Hyunsik...calon...suamiku,” Minhyo mengatakan ragu-ragu dua kata terakhir. Karena dia juga tidak tahu kenapa dia ragu.
“Hai, Lim Hyunsik,” ucap Hyunsik sambil menyodorkan tangan kanannya. Dengan ragu-ragu juga Daisy menjabatnya. “Hai, Daisy Hwang,” balas Daisy memperkenalkan dirinya.
“Yak! Lim Hyunsik! Apa yang kau lakukan disini?!” tariak yeoja setengah baya yang mengenakan gaun berwarna hitam juga.
“Eh eomeonim. Aku hanya melihat calon istriku. Iyakan chagi?” ucap Hyunsik lalu merangkul bahu Minhyo.
“Eh, ne eomma,” ucap Minhyo kaku.
“Apa?! Kau itu belum boleh melihat calon istrimu Hyunsik. Setidaknya bersabarlah hingga Minhyo muncul di altar nanti. Kalian tahu, ini akan membuat pernikahan kalian tidak harmonis,” ucap eomma Minhyo panjang lebar.
“Ah, kami akan baik-baik saja eomeonim,” ucap Hyunsik sambil tersenyum.
“Dasar keras kepala,” gerutu eomma Minhyo. “Minhyo chagi, kamu sudah siap sayang?”
“N-ne eomma,”
“Sebentar lagi akan ada perias yang masuk kemari untuk memperbaiki dandananmu. Appamu sudah menunggu di depan. Tapi aku tidak melihat Minhyuk sejak dari tadi. Kemana anak itu? Sejak satu bulan yang lalu bahkan dia tidak pulang sama sekali. Apa dia tidak bahagia melihat adiknya akan menikah,” gerutu sang eomma tanpa sadar membuat hati Minhyo kembali nyeri. Minhyo menggigit bibirnya untuk menahan tangis yang mungkin akan pecah saat itu juga. Jika tangisannya pecah, mungkin sang eomma akan mengetahui semua yang ia pendam selama ini.
“Eh? Daisy?” eomma Minhyo melihat Daisy yang berdiri di belakang Minhyo.
“Ne Ahjumma,”
“Kau kapan datang sayang?”
“Baru saja ahjumma. Setelah sampai di Seoul, saya langsung kesini,” jawab Daisy ramah.
“Aigoo. Kau sekarang cantik sekali. Terima kasih ne kau sudah datang jauh-jauh dari Amerika,” ucap eomma Minhyo sambil memeluk Daisy.
“Ah ahjumma, wajarkan kalau saya datang dihari pernikahan sahabat karib. Lagi pula saya dari Jepang ahjumma, bukan dari Amerika,” ucap Daisy.
“Jeongmal? Oh arraseo. Ya sudah, eomma berangkat dulu ne. Sepertinya tamu sudah banyak berdatangan. Hyunsik, cepat keluar. Kau belum boleh ada di sini,” eomma Minhyo berjalan meninggalkan ruangan itu. Setelah pintu tertutup, buru-buru Hyunsik melepaskan rangkulannya terhadap Minhyo.
“M-mianhae Minhyo-ya. Aku...”
“Gwaencahana Hyunsik-ssi,” potong Minhyo.
“Ah, kalau begitu aku keluar dulu ne,” pamit Hyunsik. Minhyo hanya mengangguk lemah. Sedangkan Daisy? Ah, dia hanya melongo menyaksikan apa yang ada di depannya. ‘Apa-apaan ini?’ tanya batin Daisy.
“Emily. Jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Daisy dengan nada tajam nya.
“Apa yang harus kujelaskan Daisy?” tanya Minhyo malas. Dia sudah lemas menghadapi semua ini.
“Kau...dia...ah. Kalian berpura-pura di depan orang tua kalian? Apa maksudnya ini?” ucap Daisy kesana-kemari.
“Ah...eum~ berpura-pura bagaimana maksudmu?” tanya Minhyo kaku. Terlihat sekali jika ia sedang menyembunyikan sesuatu.
“Jangan pernah mencoba berbohong denganku. Aku melihatnya, gelagat kaku kalian berdua ketika Hwang ahjumma tidak ada. Dan ketika ada Hwang ahjumma, kalian berlagak seolah-olah kalian dekat. Dan satu lagi. Aku belum tuli Emily, aku mendengar kau memanggil Hyunsik dengan ‘ssi’. Itu artinya kau tidak benar-benar dekat padanya.”
“Hhh~ baiklah aku akan jujur. Kami dijodohkan,” jawab Minhyo singkat.
“Dan kalian tidak saling mencintai?”
“Bukan begitu. Aku tidak tahu pasti Hyunsik-ssi itu mencintaiku atau tidak, tapi dari perkataan yang diucapkan abeoji, katanya Hyunsik mencintaiku dan memintaku menjadi istrinya untuk syarat pendirian perusahaan appa di Jepang,”
“Jadi si makelar itu memintamu menjadi istrinya sebagai ganti pembayaran tanah di sana?” tanya Daisy tidak percaya.
“Ne. Kenapa kau bisa tahu?”
“Emily, aku tinggal di Jepang hampir 1 tahun. Dan aku mendirikan usaha disana. Ah anni, lebih tepatnya membantu seseorang mendirikan perusahaan di sana jadi aku tahu siapa Lim Hyunsik itu,”
“Ah benar juga. Jadi yah begitulah,”
“Kau tidak mencintainya?” sergah Daisy tajam.
“Aku...”
“Kau sama sekali tidak mencintainya,” ucap Daisy yakin. “Kau hanya mencintai Lee Minhyuk. Benar bukan apa yang kukatakan?”
“Daisy, Minhyul oppa itu kakak...”
“Kakakmu? Ya, kakak tiri Minhyo,” sela Daisy. “Apa kau tahu kenapa kau masih menggunakan nama Hwang sebagai nama keluargamu saat ini? Sedangkan kau seharusnya memakai nama Lee setelah Hwang ahjumma menikah dengan Lee ahjussi?”
“Setahuku, ini semua permintaan dari appa melalui surat yang ditemukan di file pribadi milik appa,” jawab Minhyo apa adanya.
“Hanya itu? Hhh~ kau akan segera tahu semuanya Emily Hwang,” ucap Daisy tegas lalu meninggalkan ruangan itu diiringi debaman pintu yang sangat keras karena Daisy menutup pintu itu dengan membantingnya.
Cklek~
Tak lama setelah Daisy keluar dari ruangan itu, datang 4 orang namja yang sangat familiar bagi Minhyo.
“Changsub-ssi, Peniel-ssi, Ilhoon-ya, Sungjae-a. Kalian...”
“Kami datang kemari karena ada yang ingin kami sampaikan kepadamu eonni,” Ilhoon menyela kata Minhyo.
“Ini. Seseorang menitipkan bunga ini pada kami untuk diberikan padamu,” Sungjae menyodorkan seikat bunga kepada Minhyo. Minhyo hanya menerimanya dengan melempar tatapan bingung pada keempat namja sahabat Minhyuk itu. ‘Dari siapa binga ini?’ kira-kira seperti itulah arti tatapan matanya Minhyo. Sedangkan keempat namja tadi hanya diam. Tak ada yang menjawab. Minhyo menatap bunga itu. Seketika matanya terbelalak sempurna.
“Ini...” suaranya tercekat ditenggorokan, tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Bunga Anemone, berarti harapan. Bunga Lavender, berarti ketidakpercayaan. Bunga Marigold, berarti kesedihan. Bunga Chrysan kuning, berarti cinta yang diabaikan. Dan bunga mawar kuning, berarti kecemburuan.”
“Eunkwang oppa,” ucap Minhyo tidak percaya ketika melihat sahabat terdekat Minhyuk berada di sana juga.
“Minhyuk yang mengirimkannya untukmu. Karena dia tahu, kau pasti bisa membaca maksudnya setelah melihat bunga itu. Karena kau bisa mengartikan makna bunga,” ucap Eunkwang dingin.
“Harapan...” ucap Minhyo pelan.
“Minhyuk mengharapkan kau kembali,” sambung Eunkwang.
“Ketidakpercayaan...”
“Minhyuk tidak percaya kau akan meninggalkannya seperti ini,”
“Kesedihan...”
“Minhyuk sangat sedih ketika kau memutuskan untuk menerima pernikahan itu,”
“Cinta yang diabaikan...”
“Minhyuk merasa cintanya telah diabakan olehmu,”
“Kecemburuan...”
“Minhyuk cemburu melihat kau dekat dengan namja lain, sementara dia sudah seperti mayat hidup tanpamu. Setiap malam dia tidak tidur. Makanpun harus kami paksa. Apa kau benar-benar tega membuat Minhyuk menjadi seperti itu Minhyo? Pikirkan kembali semuanya,” ucap Eunkwang dengan nada yang amat sangat dingin. “Dan satu hal lagi. Minhyuk menitipkan ini untukmu,” Eunkwang menyerahkan sebuah cincin dengan permata dari Emerald.
“Perubahan!” ucap Ilhoon tiba-tiba. “Aku pernah membacanya. Bahwa jika seseorang memberikan sebuah cincin dengan permata dari Emerald, maka orang yang memberi itu menginginkan orang yang diberi cincin untuk berubah. Itu yang kutahu,”
“Berarti...”
“Berubahlah. Rubahlah keputusanmu,” ucap Eunkwang dan Changsub bersamaan lalu meninggalkan ruangan itu diikuti ketiga namja lainnya.
“Noona. Kami menunggumu,” ucap Ilhoon sebelum benar-benar meninggalkan Minhyo di ruangan itu sendiri. Air mata Minhyo mengalir tanpa bisa dibendung lagi. Dia sudah tidak mempedulikan bahwa make upnya akan luntur terkena air mata. Masa bodoh make up itu akan luntur atau tidak, yang pasti dia ingin menangis sejadi-jadinya saat ini.
Cklek~
“Aigoo nona Minhyo! Kenapa anda menangis? Make upnya akan luntur!” teriak seorang perias dengan paniknya. “Aduuh! Aku harus mengulangnya dari awal jika seperti in...”
“DIAM!!” tiba-tiba Minhyo berteriak membuat perias tersebut diam mematung, tak berani membuat gerakan sedikitpun. “Apa kau tahu apa yang kurasakan? Apa kau tahu bagaimana perasaanku? APA KAU TAHU HA?! Disini, sakit. AKU SAKIT!!!” Minhyo berteriak sambil mencengkeram dada sebelah kirinya. Melepaskan semua beban yang ia simpan selama ini. Perias itu tanpa syok dan ketakutan, namun karena nalurinya, dia memeluk Minhyo mencoba menenangkannya. Rasanya prihatin juga melihat seseorang seperti itu. Dengan sabar dia menunggu tangisan Minhyo reda, dan dengan sabar pula dia mengulang make up pada wajah Minhyo. Namun karena sudah terburu waktu, dia hanya memberika make up seperlunya.
.
.
.
Jakkuman jakkuman
Ileomyeon an dwae hajiman
Almyeonseo almyeonseo
Gyesog neoege kkeullyeoga
“Ne Yeoboseyo?” jawab seorang namja yang mengenakan jas hitam. Matanya terlihat berkantung, sepertinya jarang tidur. Ya, dia adalah Lee Minhyuk.
“Aku...sudah berangkat,” ucapnya kemudian.
“...”
“Ne,” jawabnya dan kemudian menutup ponsel itu. “Aku akan melakukannya,” ucap Minhyuk lalu berlari ke istana tempat Minhyo melangsungkakan pernikahan. Selama ia berlari menuju istana, ingatan-ingatan ketika ia bersama Minhyo kembali terputar seperti film di kepalanya.
Oppa kyeopta!” Minhyuk kembali mengenang saat-saat yang dia lalui bersama Minhyo. Air matanya metes tanpa bisa dibendung lagi. Dia terus berlari meski pandangannya mengabur karena matanya tergenang air mata.
Benarkah oppa akan menjagaku?”
“Aku sayang padamu oppa.”
“Kenapa kita tidak melakukannya bersama-sama?”
“Bunga-bunga ini sangat indah.”
“Benarkah oppa akan membawaku kemari lagi.”
“Ini adalah bunga kesukaanku.”
“Aku berharap bunga ini akan menjadi buklet ku saat aku menikah nanti,” Minhyuk semakin kencang berlari. Meskipun keringat membanjiri tubuhnya, dia tidak perduli lagi. Yang dia perdulikan saat ini adalah melihat Minhyo dan menatap matanya.
.
.
.
Minhyo berjalan memasuki gereja. Dia terlihat seperti putri meskipun dengan make up minimal seperti itu. Penampilannya dipercanti dengan buket bunga mawar yang digenggamnya. Dia berjalan perlahan dengan diiringi ayahnya. Ayahnya tersenyum dengan penuh kharisma menatap lurus kedepan. Minhyo bingung harus melakukan apa. Dia mengedarkan pandangannya melihat kearah para tamu yang datang. Banyak sekali tamu yang datang. Mereka berdecak kagum melihat Minhyo yang begitu cantik. Mata Minhyo menangkap Daisy dan kelima sahabat Minhyuk yang duduk di barisan tengah. Hatinya mencelos saat keenam temannnya sama sekali tidak menunjukkan raut kebahagiaan, namun yang ditunjukkan adalah raut kekecewaan. Seolah-olah Minhyo sudah melakukan hal yang salah. Minhyo menegang ketika matanya bertatapan dengan Eunkwang. Entah mengapa tatapan tajam Eunkwang mampu membuatnya merasa sangat bersalah.
“Gwaenchana Minhyo, kau tak perlu gugup,” ucap appa Minhyo menenangkan putrinya. ‘Aku bukan gugup appa. Tapi aku takut. Aku ingin pergi dari sini. Aku sudah tidak sanggup,’ teriak batin Minhyo. Namun Minhyo menutupi perasaannya. Dia tersenyum kecil lalu kembali berjalan dengan biasa.
.
.
.
“Hah~ sebentar lagi. Hah~” Minhyuk tetap berlari.
Ini salah oppa! Tidak seharusnya kita seperti ini. Kau ini kakak ku,” tiba-tiba Minhyuk teringat dengan perkataan Minhyo beberapa minggu yang lalu. Minhyuk langsung menghentikan larinya. “Ini semua salah? Apa seharusnya tidak begini?” Minhyuk terdiam untuk beberapa saat dan dia memutuskan untuk berbalik arah. “Ini tidak boleh. Ini tidak benar,” ucapnya pelan. Namun baru beberapa langkah dia berjalan.
Aku nyaman berada di dekatmu oppa,” kembali, kata-kata Minhyo terngiang ditelinganya. “Aku harus kesana,” Minhyuk memutuskan kembali ke tempat pernikahan Minhyo. Dia kembali berlari, tak ingin membuang-buang waktu.
.
.
.
Minhyo berjalan semakin pelan ketika dia sudah hampir mendekati altar. Hatinya kembali gelisah. Dalam hati kecilnya, dia ingin kembali bersama Minhyuk. Namun ini adalah permintaan eommanya.
“Wae Minhyo-ya. Apa kau merasa sangat gugup?” tanya appa Minhyo yang merasa bahwa jalan Minhyo semakin melambat.
“Anni.”
“Baiklah. Dari sini kau harus berjalan sendiri ne,” ucap appa Minhyo lalu melepaskan tangan Minhyo. Minhyo mulai melangkahkan kakinya mendekati altar. Satu persatu tangga ia naiki dengan perasaan campur aduk. Takut-takut dia melihat eommanya yang berdiri disamping altar. Eommanya sedang tersenyum senang. ‘Apa aku mampu menghilangkan senyum cerah itu?’ batin Minhyo miris.
Brakk~
Pintu gereja yang semula tertutup tiba-tiba menjeplak terbuka. Sontak semua orang yang ada di dalam gereja menoleh kearah pintu, tak terkecuali Minhyo. Dia dengan cepat membalikkan badannya menghadap pintu. Tiba-tiba matanya melebar melihat orang yang barusan membuka pintu dengan kasar. “Minhyuk oppa?” desis Minhyo pelan. Dia sudah tidak tahu akan bereaksi seperti apa. Dia sangat senang namun dia tidak bisa berlari menghambur ke pelukan Minhyuk meskipun dia sangat ingin. Minhyo hanya diam membatu melihat Minhyuk berjalan mendekatinya. Semua orang yang ada disana pun hanya bisa diam mematung melihat Minhyuk berjalan mendekati sang pengantin wanita.
Bagaikan menonton drama romance di layar kaca. Seorang namja tampan dengan balutan jas hitamnya terlihat elegan. Seolah-olah dia mampu menyerap perhatian semua orang. Namun ditengah kesempurnaan namja itu, terlihat gurat kelelahan di wajahnya. Mata yang berkantung dan pipi yang mulai menirus. Terlihat satu luka dari tatapan matanya.
Minhyuk berdiri dihadapan Minhyo, memandang mata Minhyo lekat-lekat. Kedua tangannya bergerak memegang pundak Minhyo. Tanpa melepaskan pandangannya terhadap Minhyo, Minhyuk mendekatkan wajahnya terhadap wajah Minhyo. Sedangkan Minhyo hanya diam mematung menatap Minhyuk, tak berbeda dengan para tamu dan keluarga Minhyo yang hanya diam mematung tercengang dengan keadaan ini.
CHU~
Dengan perlahan Minhyuk menempelkan bibirnya diatas bibir kissable Minhyo. Refleks, Minhyo memejamkan matanya ketika merasakan bibir Minhyuk menyentuh bibirnya.
Minhyo POV
Apa yang sebenarnya terjadi? Aku merasakan Minhyuk oppa menciumku. Apa semua ini nyata?
Aku memejamkan mata menikmati semua ini. Aku nyaman diperlakukan Minhyuk oppa selembut ini. Ciuman yang lembut, bukan ciuman kasar seperti beberapa waktu yang lalu. Tubuhku terasa lemas. Aku menjatuhkan buket bunga mawar yang kupegang. Tanganku bergerak meremas jas yang ia kenakan. Tahu bahwa aku kehabisan nafas, Minhyuk oppa melepas tautan bibir kami. Dia menatap mataku dalam,seolah menumpahkan seluruh perasaannya padaku.
“Saranghae,” ucapnya pelan. Aku menatap matanya mencoba mencari kebohongan yang mungkin saja terpancar dari matanya. Tidak ada, aku tidak menemukan kebohongan itu.
“Nado. Nado saranghae oppa,” jawabku lembut. Aku melengkungkan bibirku membentuk senyum, aku tidak pernah merasa selega dan sebahagia ini. Minhyuk oppa menarik tanganku dan mengajakku berari meninggalkan gereja ini. Aku hanya menurutinya. Aku berlari sekencang yang aku bisa. Ketika melewati teman-temanku, aku melihat mereka tersenyum dan ikut berlari dibelakangku. Aku tersenyum senang. Inikah yang ku inginkan selama ini?
Minhyo POV end
“Minhyo!” teriak eomma Minhyo setelah tersadar dari keterpakuannya. Teriakannya sontak menyadarkan seluruh orang yang hadir di gereja itu.
“Yak! Kalian! Cepat kejar mereka!” teriak appa Minhyuk kepada para bawahannya. Tanpa menunggu disuruh dua kali, para body guard serta bawahan appa Minhyuk langsung berlari keluar untuk mengejar Minhyuk dan Minhyo. Namun belum sampai di depan pintu, sudah terdengar teriakan lantang yang menghentikan pergerakan mereka.
“Berhenti!“ semua orang menoleh menatap seseorang yang berdiri di altar. Disana Hyunsik sedang berdiri dengan tenang. Dia menatap tajam para body guard dan bawahan appa Minhyuk hingga membuat mereka terdiam membatalkan acara mengejar mereka.
“Biarkan mereka berdua,” ucapnya dingin sambil berjalan menuruni altar.
“Hyunsik-a. Mana bisa begitu. Ini –“
“Kumohon diamlah ahjumma,” ucap Peniel dingin memotong kata-kata eomma Minhyo.
“Tapi Hyunsik-a –“
“Kubilang diamlah ahjumma. Aku juga sudah lelah berpura-pura,” ucap Hyunsik lagi-lagi memotong ucapan eomma Minhyo.
“Berpura-pura apa maksudmu Hyunsik-a?” tanya eomma Minhyo.
“Aku sudah lelah berpura-pura akrab dengan Minhyo. Aku sudah lelah berpura-pura dekat Minhyo. Aku sudah lelah mencintai seseorang yang sama sekali tidak mencintaiku. Aku sudah lelah ahjumma.”
“A-apa maksudmu Hyunsik-a? Berpura-pura akrab?” tanya eomma Minhyo tak mengerti.
“Ahjussi, akupun tahu bahwa sebelumnya kau juga mengetahui bahwa putramu mencintai Minhyo bukan? Hanya saja kau pura-pura tidak tahu dan mau menjodohkan Minhyo kepadaku ketika aku meminta persyaratan itu,” ucap Hyunsik tepat sasaran.
“Tapi kami melakukan ini karena –“
“Aku tahu. Kalian melakukan ini karena kalian takut jika aku tidak akan memberikan kalian membuka perusahaan di Jepang bukan? Huh~ kalian harusnya bersyukur memiliki anak seperti Minhyuk,” ucap Hyunsik lalu berjalan mendekati Jae Min dan Sung Yeo –appa Minhyuk dan eomma Minhyo-.
“Minhyuk telah membayar lunas tanah perusahaan. Jadi kalian tidak perlu menikahkan Minhyo denganku,” ucap Hyunsik yang sukses membuat Jae Min dan Sung Yeo menganga.
“Bagaimana bisa?” tanya Jae Min tidak mengerti.
“Begini –“
FLASHBACK
“Tuan Hyunsik, ada yang ingin bertemu dengan anda,” ucap seorang maid yang bekerja di mansion yang ditempati Hyunsik dan Minhyo setelah mereka dijodohkan. Ya, taulah kalian bahwa ini permintaan kedua orang tua Minhyo.
“Siapa?” tanya Hyunsik.
“Mianhae tuan, saya kurang tahu. Tapi sepertinya dia anggota keluarga tuan besar Lee,” ucap maid itu.
“Keluarga Lee ahjussi? Siapa dia?” tanya Hyunsik bingung. “Ya sudah terima kasih. Kembalilah bekerja.”
“Ne tuan,” jawab maid itu lalu membungkuk mengundurkan diri.
Hyunsik berjalan kearah ruang tamu. Disana ia mendapati seorang namja yang duduk membelakanginya.
“Ehem!” Hyunsik berdehem supaya namja tersebut menoleh, dan benar saja namja itu menoleh setelah mendengar deheman darinya.
“Minhyuk hyung?” ucap Hyunsik setengah tidak percaya.
“Ne Hyunsik-a,” jawab namja tadi yang ternyata adalah Minhyuk.
“Ada apa kau kesini hyung?” tanya Hyunsik sambil mendekati Minhyuk. “Ah, silahkan duduk dulu hyung.”
“Jadi begini Hyunsik-a, ada yang ingin kutanyakan padamu,” ucap Minhyuk serius.
“Ne?”
“Mengenai appa. Kudengar appa ingin mendirikan perusahaan di Jepang dan kau meminta Minhyo menjadi istrimu untuk membayar biaya membuka perusahaan appa itu?” tanya Minhyuk.
“Ne itu benar. Apa kau baru mengetahuinya hyung?” tanya Hyunsik.
“Tidak, aku sudah mengetahuinya sejak kau dan Minhyo dijodohkan,” jawab Minyuk. “Bisakah kau mengatakan berapa jumlah hutang appa itu?”
“Bukan hutang yang besar sebenarnya. Ah, atau malah bisa disebut bukan hutang tapi perjanjian,” jawab Hyunsik yang malah membuat Minhyuk semakin bingung.
“Apa maksudmu?”
“Jadi Lee ahjussi ingin mengembangkan perusahaannya di Jepang. Dia ingin membangun cabang di Tokyo. Ya, kau tahu sendiri bahwa pemasaran produk  Lee ahjussi sangat menguntungkan di Jepang. Dan semua orang tahu bahwa Jepang itu adalah daerah kekuasaanku. Setiap orang yang ingin membangun rumah, perusahaan, atau apapun harus membeli tempatnya padaku. Sewaktu aku tahu bahwa pemilik Lee Group itu adalah Lee Jae Min, suami baru Hwang Sung Yeo dan itu juga artinya ayah tiri dari Hwang Min Hyo, aku mulai tertarik untuk bekerja sama dengannya. Aku sudah mengenal Hwang Min Hyo sejak dulu. Karena ayah kandungnya adalah rekan bisnisku. Aku sudah jauh cinta padanya sejak awal, tapi waktu itu aku terlalu bodoh untuk menyatakan cinta. Hingga akhirnya Minhyo meninggalkan Jepang dan kembali ke Korea, tempat kelahirannya,” Hyunsik menghentikan sejenak ceritanya. Dia menatap tajam Minhyuk. “Awalnya aku merasa sudah kehilangan Minhyo. Namun aku mendengar berita bahwa Caiden Hwang, ayah kandung Minhyo meninggal kerana kecelakaan dan Hwang ahjumma menikah dengan Lee ahjussi. Sepertinya Tuhan berkata lain, karena aku bertemu Lee ahjussi yang kebetulan sedang membutuhkan tempat untuk cabang perusahaannnya di Jepang. Aku mulai berfikir, bahwa aku bisa mendapatkan Minhyo lagi. Dan terjadilah perjanjian. Lee ahjussi mendapatkan berapapun luas tempat yang dia inginkan, tapi Minhyo harus menjadi istriku. Dan ya, Lee ahjussi dan Hwang ahjumma menyetujuinya,” Hyunsik menjelaskan semuanya panjang lebar.
“Berapa jumlah yang harus dibayar appa untuk membayar tanahnya?” tanya Minhyuk tiba-tiba menjadi dingin.
“Eum, kira-kira 4000 meter persegi. Seharga 100 juta won,” ucap Hyunsik sambil mengira-ngira.
“Aku...akan melunasinya. Tapi ku minta kau membatalkan pernikahanmu dengan Minhyo,” ucap Minhyuk.
“Mwo? Bagaimana bisa begitu?! Aku sudah mengharapkan Minhyo menjadi miliku. Dan kau meminta ku untuk membatalkannya hyung? Tidak akan,” ucap Hyunsik keras kepala.
“Apakah kau yakin Minhyo akan menerimamu?” tanya Minhyuk. Ternyata pertanyaan sederhana dari Minhyuk itu mampu membuat Hyusnik terdiam. Pasalnya Hyunsik sendiri juga tidak yakin Minhyo akan menerimanya kelak.
“Huh~ kau berusaha mengancamku hyung?” tanya Hyunsik sinis.
“Aku tidak pernah berniat mengancammu,” jawab Minhyuk santai.
“Baiklah. Kita lihat nanti,” jawab Hyunsik akhirnya.
“Kuharap kau memegang janjimu Hyunsik-a. Dan kau tidak bisa menghalangiku untuk mendapatkan Minhyo,” ucap Minhyuk tajam sambil menyerahkan sebuah foto kepada Hyunsik. Hyunsik yang melihatnya seketika langsung terbelalak, namun dia tiba-tiba tersenyum.
“Aku selalu memegang janjiku hyung,” ucap Hyunsik yakin.
FLASHBACK END
“Dan begitulah. Aku tidak bisa mendapatkan hati Minhyo dan ternyata Minhyuk hyung menepati janjinya. Dia membayar semuanya,” ucap Hyunsik mengakhiri ceritanya.
“Tapi darimana Minhyuk mendapatkan uangnya?” tanya Jae Min cemas. Hey, bagaimanapun Minhyuk adalah putra kandungnya. “Dan foto siapa yang diberikan Minhyuk hingga membuatmu menyerah begitu saja?”
“Untuk masalah itu aku tidak mengetahuinya. Tanyakanlah sendiri kepada putramu ahjussi. Aku hanya harus menepati janjiku,” jawab Hyunsik sambil berjalan keluar dari gereja itu. “Ah, untuk foto itu sepertinya kalian harus tahu,” Hyunsik menyerahkan foto yang diberikan Minhyuk dulu.
“Yeobo, kenapa semua menjadi seperti ini?” tanya Sung Yeo kepada Jae Min. Dia sangat syok dengan semua yang terjadi dan apa yang dilihatnya di foto.
“Aku juga tidak tahu yeobo. Ini semua salahku. Padahal dari dulu aku sudah tahu bahwa Minhyuk mencintai Minhyo. Minhyuk bukanlah tipe orang yang bisa menerima orang lain sebagai eommanya dengan mudah. Dan setelah kucari tahu ternyata alasannya adalah karena Minhyuk mencintai Minhyo. Makanya dia mau menerimamu sebagai eomma tirinya,” ucap Jae Min penuh penyesalan.
“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Sung Yeo cemas.
“Entahlah.”
.
.
.
“Oppa...hah~ kita akan kemana? Aku sudah lelah berlari. Kakiku hah~ sakit hah~ hah~” ucap Minhyo ditengah  nafasnya yang tersengal-sengal. Dengan tiba-tiba Minhyuk menghentika larinya. Dia berbalik menatap Minhyo.
“Mianhae chagiya. Aku sudah membuatmu menderita,” ucap Minhyuk lembut sambil menangkup kedua pipi Minhyo. Minhyuk mengusap pelan peluh yang bercucuran di sekitar wajah Minhyo.
“Apa yang kau katakan oppa. Aku sama sekali tidak merasa menderita,” jawab Minhyo sambil memamerkan senyum manisnya.
Tiin~ tiin~
Minhyo dan Minhyuk serempak menoleh kearah sumber suara klakson itu. Disana tampak sebuah mobil Masserati Putih yang sangat familiar bagi Minhyuk.
“Hei kalian? Mau sampai kapan kalian berlari? Naiklah!” teriak namja yang membawa mobil itu. “Palli...palli...” teriak yeoja yang juga ada di dalam mobil itu.
“Hahaha~ dasar Eunkwang (Daisy),” ucap Minhyuk dan Minhyo bersamaan. Minhyuk menarik Minhyo menaiki mobil itu. Mereka melaju meninggalkan tempat itu.
.
.
.
“Kenapa kita kesini oppa?” tanya Minhyo dengan tampang innocent setelah mereka sampai di tempat tujuan.
“Hahaha~ jangan memasang wajah seperti itu. Kau membuatku ingin menciummu sekarang juga,” jawab Minhyuk sambil mecubit hidung Minhyo.
“Yak! Pervert!” teriak Minhyo marah.
“Ahaha~ arra...arra...mianhae chagiya. Aku tidak akan mmengulanginya,” ucap Minhyuk seperti seorang murid yang sedang dimarahi gurunya. Tak dipungkiri hal itu memunculkan tawa renyah dari Minhyo. Minhyuk memperhatikan wajah Minhyo lekat-lekat. Sudah lama rasanya dia tidak melihat dan mendengar Minhyo tertawa seperti itu. Tanpa Minhyuk sadari, dia ikut tersenyum melihat Minhyo.
“Ehem! Apakah kalian membiarkan kami melihat adegan lovey dovey kalian?” tanya Daisy pedas. Semua orang yang ada disana tertawa terbahak-bahak melihat wajah jengah Daisy.
“Baiklah...baiklah...mari kita lanjutkan acaranya,” ucap Eunkwang lalu berjalan melewati pasangan Minhyuk-Minhyo.
“Acara?” tanya Minhyo bingung.
“Kita lihat saja chagiya,” bisik Minhyuk lalu menggandeng tangan Minhyo. Mereka berjalan ke taman belakang rumah Eunkwang. Sesampai di halaman belakang, Minhyo membelalakkan matanya sempurna.
“Ini –“ ucap Minhyo tercekat. Dia menatap Minhyuk dengan mata berkaca-kaca.
“Ne. Mari kita menikah Minhyo-ya,” ucap Minhyuk singkat namun mampu membuat Minhyo terisak terharu.
“Hiks..hiks..bagaimana bisa kau menyiapkan hiks...semua ini oppa hiks...” tanya Minhyo ditengah isakannya.
“Itu rahasia. Sekarang berhentilah menangis. Bagaimana mungkin sang pengantin wanita menangis seperti ini dan merusak make upnya? Sedangkan sang pengantin pria sudah berdandan setampan ini,” ucap Minhyuk bercanda.
“Yak!” hal itu membuat Minhyo berhenti menangis dan malah tersenyum sambil berteriak menanggapi celotehan Minhyuk.
“Jadi, mari tuan putri,” ucap Minhyuk dengan memposisikan lengan kanannya untuk digandeng Minhyo.
“Tapi...”
“Tapi apa lagi Minhyo-ya?”
“Kau kan...”
“Kakakmu? Hhh~ lupakan itu. Sekarang aku bukan kakakmu lagi,”
“Eh? Bagaimana bisa. Dalam...”
“Minhyuk sudah bukan kakakmu lagi Minnie chagi,” suara seseorang membuat Minhyo membeku seketika. ‘Aku sangat kenal suara ini,’ batin Minhyo yakin. Minhyo membalik badannya menghadap orang yang mengeluarkan suara tadi. Kedua mata bulat Minhyo semakin membulat tanda ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Appa...Caiden appa?” ucap Minhyo tergagap. Dia setengah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Sosok appa yang dia tahu meninggal karena kasus kecelakaan dulu sewaktu dia kecil, kini berdiri tegak dihadapannya dengan mengenakan balutan jas. Masih terlihat gagah dan tampan.
“Benarkah kau appaku?” tanya Minhyo seolah tak percaya.
“Ne chagi. Ini appa. Caiden appa,” ucap namja itu sambil merentangkan tangannya.
“Appa!” teriak Minhyo lalu berlari ke pelukan appanya. Dia memeluk erat appanya seolah tidak mengijinkan appanya menghilang lagi.
“Kenapa bisa appa? Ceritakan kepadaku,” ucap Minhyo dengan air mata yang berlinang di kedua pipi putihnya.
“Kau masih ingatkan kalau waktu itu appa sempat dilarikan kerumah sakit. Nah mayat yang kau lihat itu bukanlah mayat appa, tapi mayat yang kbetulan mirip appa. Hanya satu yang membedakan appa dengan mayat itu. Ini,” ucap namja itu menunjukkan satu tanda di leher kirinya. Tanda bekas dicakar Minhyo waktu bayi.
“Ah,tanda itu. Kau benar-benar appaku,” ucap Minhyo kembali memeluk appanya.
“Sepertinya aku dilupakan,” ucap Minhyuk mneginterupsi Minhyo dan Caiden.
“Ahaha~ calon menantu. Kau tidak perlu cemburu kepadaku. Nah Minhyo-ya, calon suamimu cemburu palli dekati dia,” ucap Caiden yang mengundang tawa dari orang-orang yang ada disana. Minhyo berjalan mendekati Minhyuk.
“Mari tuan putri,” ucap Minhyuk kembali memposisikan lengan kanannya untuk digandeng Minhyo. Dengan senang hati Minhyo melingkarkan tangannya di tangan kanan Minhyuk.
“Silahkan tuan putri,” ucap Ilhoon menyerahkan sebuket bunga yang berisi bunga calla lily, dianthus pink, Iris kuning, Krisan merah, Lilac putih, mawar pink, mawar merah dan yang pasti hydragea.
Minhyo menerima bunga itu dengan pandangan takjub. Dia kembali terharu dengan semua yang dilakukan Minhyuk. Minhyo memandang Minhyuk dengan ucapan terima kasih. Minhyuk tersenyum dan mengelus rambut Minhyo.
“Aku tidak akan melupakan keinginanmu untuk menjadikan bunga ini sebagai buketmu,” ucap Minhyuk sambil tersenyum. Minhyo mengangguk senang. Tiba-tiba Sungjae mendekatinya dan menaruh sebuah mahkota dikepala Minhyo.
“Seorang putri harus memakai mahkota bukan,” ucap Sungjae sambil cengengesan. Minhyo hanya tersenyum sambil memberikan deathglarenya pada Sungjae yang malah membuat Sungjae tertawa terbahak-bahak.
“Cukup. Kajja Minhyo chagi,” ucap Minhyuk lalu mulai melangkah ke arah altar. Di sana sudah menunggu seorang pendeta yang akan menikahkan keduanya dan Daisy yang membawa satu kotak. Sepertinya cincin.
Minhyuk berjalan dengan penuh wibawa sambil sesekali menatap Minhyo. Minhyopun berjalan dengan sangat anggun sambil sesekali memandang Minhyuk. Merekapun sampai di altar. Mereka berdiri dihadapan sang pendeta. Pendeta itu tersenyum dan mulai mengucapkan janji-janji.
Apakah anda, saudara Lee Minhyuk bersedia mengasihi Hwang Minhyo sama seperti saudara mengasihi diri sendiri, mengasuh dan merawatnya, menghormati dan memeliharanya dalam keadaan susah dan senang, dalam keadaan kelimpahan atau kekurangan, dalam keadaan sakit dan sehat dan setia kepadanya selama saudara berdua hidup?” tanya pendeta itu.
“Saya bersedia,” jawab Minhyuk mantap. Minhyo menatap Minhyuk dengan pandangan terharu.
Apakah anda, saudari Hwang Minhyo bersedia tunduk kepada suami anda Lee Minhyuk seperti jemaat tunduk kepada Kristus, mengasuh dan merawatnya, menghormati dan memeliharanya dalam keadaan susah dan senang, dalam keadaan kelimpahan  atau  kekurangan,  dalam keadaan sakit dan sehat  dan setia kepadanya selama saudari berdua hidup?” tanya pendeta itu.
“Saya bersedia,” jawab Minhyo dengan suara lembut namun mantap. Sekarang giliran Minhyuk yang menatap Minhyo dengan tatapan mata teduh.
“Sekarang berhadapanlah dan ucapkanlah sumpah dan janji kalian sebagai suami istri,” ucap pendeta itu lagi.
Saya, Lee Minhyuk menerima  engkau, Hwang Minhyo  menjadi satu-satunya istri dalam pernikahan yang sah, untuk dimiliki dan dipertahankan, sejak hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, semasa kelimpahan dan kekurangan, di waktu sakit dan di waktu sehat, untuk dikasihi dan diperhatikan serta dihargai, sampai kematian memisahkan kita, kuucapkan janji setiaku kepadamu,” ucap Minhyuk sambil menatap dalam mata Minhyo.
“Dan anda saudari Hwang Minhyo, ucapkan sumpah dan janji anda,” ucap pendeta itu.
Saya, Hwang Minhyo menerima Engkau, Lee Minhyuk  menjadi satu-satunya suami dalam pernikahan yang sah, untuk dimiliki dan dipertahankan, sejak hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, semasa kelimpahan dan kekurangan, di waktu sakit dan di waktu sehat, untuk dikasihi dan diperhatikan serta dihargai, sampai kematian memisahkan kita, kuucapkan janji setiaku kepadamu,” ucap Minhyo.
“Sekarang pasangkanlah cincin terhadap pasangan kalian,” ucap sang pendeta memberi arahan.
Daisy mendekat dan menyodorkan kotak itu. Minhyuk mmengambil cincin perak dengan model twist band dan dihiasi permata bening. Dengan hati-hati Minhyuk memasangkan cincin itu kepada Minhyo. Begitupun sebaliknya. Minhyo juga memasangkan cincin yang sama persis dengan yang dipakainya kepada Minhyuk.
“Cium...cium...cium...” entah siapa yang memulainya, sorakan itu tiba-tiba terdengar hingga membuat pipi Minhyo dipenuhi semburat merah. Minhyo reflek menundukkan wajahnya, malu rupanya.
Dengan perlahan Minhyuk meraih dagu Minhyo dan mendongakkan wajah Minhyo hingga dia bisa menatap manik coklat bening milik Minhyo. Perlahan wajah Minhyuk mendekat, membuat Minhyo reflek menutup matanya saat merasakan hembusan nafas Minhyuk menerpa wajahnya.
CHU~
Entah untuk kesekian kali, Minhyuk terlena dengan bibir Minhyo. Inilah salah satu alasan kenapa Minhyuk tidak bisa lepas dari Minhyo. Sensasi yang Minhyo berikan melalui bibirnya yang sangat manis menurut Minhyuk. Membuat Minhyuk merasakan candu.
“Akhirnya putriku menikah juga,” suara Caiden menginterupsi pasangan pengantin baru itu. Minhyo mendorong dada Minhyuk dan menyembunyikan wajah meronanya. Minhyuk hanya tersenyum melihat wajah malu-malu istrinya itu.
Sebutir salju turun mengenai rambut Minhyo. Minhyo yang merasakan sesuatu yang dingin mengenai kepalanya segera mendongak. Pipinya kembali terkena butiran salju yang jatuh.
Semua orang yang ada di taman milik Eunkwang itu –tempat pernikahan Minhyo dan Minhyuk- tersenyum menyaksikan hal ini.
Luka yang berakhir bersamaan dengan berakhirnya musim semi. Kebahagiaan yang datang bersamaan dengan awal musim dingin. Semua akan indah pada waktunya J.
.
.
.
“Yeobo...” panggil Minhyuk pelan. Saat ini keduanya sedang berada di rumah Eunkwang. Ne, mereka menumpang disana, sampai mereka benar-benar punya rumah sendiri.
“Eh? Yeobo?” tanya Minhyo dengan tatapan polosnya.
“Ne. Kau tidak suka?” tanya Minhyuk sambil mendudukkan dirinya disamping Minhyo.
“Anieyo. Aku suka,” jawab Minhyo riang.
“Yeobo,” panggil Minhyuk lagi.
“Ne?”
“Apa kau merasa tidak puas dengan pernikahan kita?” tanya Minhyuk. “Ah, maksudku. Ketika kau hampir menikah dengan Hyunsik, pernikahanmu sangat mewah. Sedangkan aku hanya bisa merancang pernikahan kecil-kecilan, dan itupun bertempat dihalaman belakang rumah Eunkwang,” ucap Minhyuk memperbaiki ucapannya setelah mendapat tatapan tajam dari Minhyo.
“Kau tahu oppa. Pernikahan ini tidak bisa dilupakan. Dari awal ketika kau menculikku, lalu berlari hingga kakiku lecet, buklet bunga kesukaanku, mahkota, hingga cincin ini. Sungguh tidak bisa terlupakan,” ucap Minhyo sambil memandang lekat cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. “Untuk apa pernikahan yang mewah, tapi kau tidak mencintai pasanganmu? Akan lebih baik pernikahan sederhana, tapi kau saling mencintai dengan pasanganmu,” lanjut Minhyo.
“Ne arraseo. Gomawo,” ucap Minhyuk sambil memeluk Minhyo.
 “Oh ya oppa, bisakah kau ceritakan kenapa semua ini bisa terjadi?”
“Menceritakan apa?” tanya Minhyuk bingung. Dia melepas pelukannya dan menatap tepat ke kedua manik mata Minhyo.
“Semuanya. Mulai dari bagaimana appa bisa disini, hingga persiapan pernikahan kita.”
“Baiklah. Dengar baik-baik ya...”
FLASHBACK
“Kau akan kemana Eunkwang-a?” Minhyuk memberanikan diri bertanya setelah adegan seret menyeret tadi.
“Ada hal yang harus segera aku kerjakan. Ini tentang adik tirimu,” jawab Eunkwang sambil tetap memacu mobilnya cepat.
“Mwo? Minhyo maksudmu? Tentang apa?” tanya Minhyuk penasaran.
“Aku mendapat kabar dari appa dan eomma di Jepang bahwa mereka melihat Caiden Hwang, appa kandung Minhyo ada di Jepang saat ini,” ucap Eunkwang.
“Eunkwang-a. Tolong jelaskan kepadaku.”
“Minhyuk-a. Appa kandung Minhyo masih hidup. Dan sekarang beliau sedang ada di Jepang.”
“Bagaimana mungkin? Caiden ahjussi sudah meninggal waktu kecelakaan dulu,” ucap Minhyuk tidak percaya.
“Entahlah. Tapi Appa ku bilang, orang yang dilihatnya benar-benar Caiden Hwang. Beliau sekarang memiliki perusahaan sendiri dan menjadi klien perusahaan appa-ku. Appa-ku bilang, Tuan Caiden sudah menceritakan semuanya. Awalnya memang beliau terluka parah, tapi dalam setengah tahun keadaannya mulai kembali dan dia mulai merintis perusahaan dengan dibantu oleh seseorang bernama Daisy. Begitu.”
“Tapi –“
“Sudahlah. Jika aku membawa appa Minhyo kemari, ini akan sangat membantu untuk rencana pernikahanmu dengan Minhyo.”
“Tapi bagaimana caranya? Tolong beritahu aku alur pikiranmu Seo Eunkwang. Aku benar-benar bingung saat ini.”
“Baiklah. Pertama kau ingat kapan dan dimana tepatnya kecelakaan yang dialami keluarga Minhyo dahulu?”
“Sekitar 5 tahun yang lalu pada waktu perjalanan ke Jepang. Dan kecelakaan itu terjadi di Jepang.”
“Right. Lalu, apa kau yakin bahwa mayat yang kalian lihat pada waktu itu adalah mayat Caiden Hwang?”
“Ah, kami tidak begitu yakin. Karena saat itu ada dua kejadian kecelakaan yang bersamaan dan korbannya sama-sama masuk di rumah sakit itu. Tapi aku sempat melihat wajah mayatnya, dan kurasa memang benar itu Caiden ahjussi.”
“Well...well. Biar ku jelaskan. Yang kau lihat itu bukan Tuan Caiden tapi Edward. Seorang korban dari kecelakaan yang lain. Dia memang memiliki wajah yang cukup mirip dengan Tuan Caiden. Hanya sedikit perbedaan. Tapi aku rasa kalian tidak akan mengenalnya, karena luka yang diderita Tuan Caiden dan Edward sama-sama terletak di wajah mereka dan sama-sama parah. Hanya keluarganya lah yang tahu dengan jelas. Dan sayangnya saat itu suasana sedang kacau dan Minhyo serta Nyonya Hwang sama-sama terbaring di ICU.”
“Benar juga. Saat itu suasana memang sedang kacau. Banyak sekali wartawan yang datang dan orang-orang berlalu lalang tidak karuan. Kami hanya bisa melihat sekilas, sebelum mayatnya benar-benar dipindahkan di kamar mayat untuk di urus lebih lanjut.” Ucap Minhyuk mencoba mengingat kembali.
“Dan yang kedua. Masih ingatkah kau dengan persoalan kenapa nama keluarga Minhyo masih Hwang?”
“Seingatku, itu karena permintaan dari Caiden ahjussi di dalam surat wasiatnya yang tiba-tiba ditemukan pihak kepolisian Jepang dan dikirim ke Korea. Kalau tidak salah itu terjadi kurang lebih 2 bulan setelah kecelakaan.”
“Itu bukanlah surat wasiat yang tiba-tiba ditemukan. Satu bulan setelah kecelakaan itu, Tuan Caiden sadar dari koma. Dia mengingat semuanya, dia sempat bertanya kepada dokter yang merawatnya. Dan jelaslah semua. Pihak rumah sakit telah keliru mengenali mayat. Lalu pihak rumah sakit akan mengambil tindakan dengan membeberkan yang sesungguhnya, tapi Tuan Caiden menolak. Dia malah menyuruh pihak rumah sakit untuk menghubungi seorang yeoja bernama Daisy yang tinggal di Amerika. Selama itu pula, Tuan Caiden dengan dibantu Daisy memantau keadaan Minhyo dan Nyonya Hwang dari Jepang. Awalnya jika keadaan sudah memungkinkan, yaitu Minhyo dan Nyonya Hwang sudah benar-benar pulih, Tuan Caiden akan kembali ke Korea. Tapi satu kejadian membuat dia membatalkan niatnya itu. Minhyo sadar 6 minggu setelah kecelakaan, dan Nyonya Hwang sadar 1 minggu sebelum Minhyo. Setelah Nyonya Hwang sadar, ternyata appa mu menemukan surat wasiat sebenarnya yang ditulis Tuan Caiden di dalam ruang kerja pribadi Tuan Caiden. Yang sangat kebetulan isinya kurang lebih. Nyonya Hwang akan diserahkan sepenuhnya kepada appa mu untuk menjadi tanggung jawabnya, yang dulunya notabene adalah sahabat karib Tuan Caiden. Dan satu kebetulan lagi, eomma mu sudah meninggal. Dan appa mu memutuskan untuk menikahi Nyonya Hwang. Tuan Caiden pun memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan tetap tinggal di Jepang,” Eunkwang menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. “Pada saat itulah Tuan Caiden menulis surat yang isinya tentang nama keluarga Minhyo tetap Hwang, bukan Lee. Karena suatu saat Tuan Caiden berencana mengambil Minhyo kembali.”
“Jadi begitu cerita aslinya.”
“Yeah, Tuan Caiden meminta tolong kepada kepolisian Jepang untuk mengirim surat itu dan mengatakan bahwa surat itu ditemukan di perusahaan Tuan Caiden yang ada d Jepang.”
“Lalu, apa hubungan semua ini dengan rencanamu?”
“Kita akan menggunakan Tuan Caiden untuk alasan pernikahanmu dengan Minhyo.”
“PERNIKAHAN?!” kedua manik mata Minhyuk melebar sempurna.
“Ya. Kami sudah merencanakan pernikahan kalian. Dan sekarang kita akan ke Jepang untuk mengambil surat pengubahan keluarga Minhyo. Sekarang Hwang Minhyo bukan lagi putri Tuan Lee Jae Min, melainkan putri dari Caiden Hwang.”
“MWO?! Apa-apaan ini?!”
“Yeah. Aku sudah meminta tolong kepada appa dan eomma ku untuk menceritakan detil kejadiannya. Dan ternyata Tuan Caiden juga marah dengan hal ini. Dia pun membuat satu keputusan, dan inilah keputusannya...” Eunkwang menggantungkan kalimatnya. Minhyuk yang merasa penasaran langsung menoleh kearah Eunkwang.
“Hwang Minhyo kembali menjadi putrinya. Dan Lee Minhyuk akan menjadi menantu sah nya. Dengan kata lain, kau menikah dengan Minhyo.”
FLASHBACK END
“Jadi appa punya perusahaan di Jepang?” tanya Minhyo dengan mata membulat lucu.
“Ne. Berkat bantuan Daisy, abeonim bisa merintis perusahaan yang cukup sukses.”
“Nah, dan abeonim berencana untuk membawa kita berdua hidup bahagia di Jepang,” ucap Minhyuk melanjutkan. “Aku akan bekerja di perusahaan abeonim yang letaknya tidak jauh dari rumah kita. Dan kau akan mengurus peternakan milik keluarga Eunkwang yang juga tak jauh dari rumah. Kau kan tipe orang yang tidak bisa diam saja di rumah, jadi aku memutuskan untuk memberimu kesibukan yaitu mengepalai para pegawai di peternakan itu. Ottae?” lanjut Minhyuk.
“Tapi Hyunsik? Dia pasti ada di Jepang kan?” tanya Minhyo ragu.
“Itu benar. Tapi dia tidak akan mengusik kita yeobo,” ucap Minhyuk lembut. “Aku jamin itu.”
“Sepertinya aku harus berterima kasih sekali pada Eunkwang oppa. Idenya briliant sekali,” ucap Minhyo semangat.
“Hei. Sejak dulu aku memang briliant,” ucap Eunkwang narsis yang entah sejak kapan ada di kamar itu.
“Biasakan ketuk pintu sebelum masuk Seo Eunkwang,” ucap Minhyuk tajam.
“Wae? Ini rumahku kan? Ah, apa kau takut aku akan masuk waktu kau sedang memakan istrimu?” goda Eunkwang. Dan itu mampu membuat wajah Minhyo memerah menahan malu dan membuahkan deathglare dari Minhyuk.
“Sore ini kalian bisa berangkat,” ucap Eunkwang tenang.
“Mwo? Kau! Kami bahkan belum berkemas,” ucap Minhyuk marah-marah.
“Hanya berkemas. Tidak akan lama kan?”
“Kau niat sekali mengusir kami,” gerutu Minhyuk.
“Aku bukan berniat mengusir kalian. Hanya saja aku akan iritasi melihat kalian selalu bermesraan.”
“Ah! Bilang saja kau iri pada kami. Makanya segera lamar Jae Eun mu itu. Hahahaha~” ledek Minhyuk yang sukses membuat Eunkwang mengeluarkan deathglarenya.
“Jae Eun? Siapa itu yeobo?” tanya Minhyo penasaran.
“Dia adalah yeojachingu Eunkwang.”
.
.
.
“Tuan besar...nyonya besar...ada yang ingi bertemu dengan anda,” ucap seorang maid kepada sepasang orang yang duduk di ruang santai.
“Siapa?” tanya sang namja.
“Sepertinya karyawan dari kantor tuan besar,” ucap maid itu.
“Baiklah terima kasih,” ucap namja itu lalu beranjak kearah ruang tamu dengan diikuti istrinya.
“Selamat siang Presdir Lee...nyonya Hwang,” sapa tamu itu sambil membungkuk hormat.
“Duduklah. Jadi informasi apa yang sudah kau dapat?” tanya sang namja yang dipanggil presdir Lee itu.
“Saya menemukan bahwa nona muda Minhyo sudah menikah kemarin. Sedangkan pasangannya adalah tuan muda Minhyuk. Akan tetapi, pada data diri nona Minhyo dia tidak menuliskan nama Presdir Lee sebagai ayahnya, akan tetapi dia menulis nama Caiden Hwang sebagai ayahnya,” ucap tamu tadi.
“Apa kau yakin itu benar-benar Caiden?”
“Maaf nyonya Hwang, tapi dalam data diri ini benar-benar Caiden Hwang dan tertulis masih hidup. Bahkan dia yang menandatangani surat pernikahan nona muda Minhyo,” ucap orang itu. “Saya juga sudah bertanya kepada pendeta yang menikahkan nona muda Minhyo dan tuan muda Minhyuk, dan dia berkata bahwa yang datang adalah appa kandung nona muda Minhyo,” ucap orang tadi menjelaskan.
“Ah, baiklah. Apa ada lagi yang kau dapatkan?” tanya Jae Min.
“Ne. Baru tadi pagi saya mendapatkan kabar bahwa nona muda Minhyo, tuan muda Minhyuk dan laki-laki bernama Caiden Hwang ini akan berangkat ke Jepang sore ini.”
“Sore ini?! Kenapa mendadak sekali?” tanya Sung Yeo tidak percaya.
“Mian nyonya Hwang, saya juga tidak tahu kenapa.”
“Arra..arra. Ada lagi?” tanya Jae Min lagi.
“Mian presdir Lee, saya belum mendapat berita lagi.”
“Oh baiklah. Kau kembalilah,” ucap Jae Min kemudian. Dan orang itupun pergi meninggalkan Jae Min dan Sung Yeo yang berfikir keras mengenai semua ini.
“Yeobo. Ottokhae?” tanya Sung Yeo.
“Molla. Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Minhyo sudah menggunakan nama Caiden Hyung sebagai nama appa kandungnya di surat pernikahan. Jadi pernikahan mereka sah,” ucap Jae Min.
“Ne, tapi apa Minhyo tidak akan kembali?” tanya Sung Yeo lagi.
“Aku juga tidak tahu. Minhyuk pun mungkin sudah tidak kembali.”
“Haruskah kita minta maaf?” tanya Sung Yeo lagi. Kali ini dia menatap mata Jae Min tajam. “Yeobo. Kita harus minta maaf kepada mereka,” ucap Sung Yeo tegas.
.
.
.
“Oppa! Kapan kita berangkat?” tanya Minhyo kepada Minhyuk yang sedang membelikan dia coffe late.
“Sebentar lagi. Kau minumlah ini dulu sambil menunggu. Dan ya, tidak bisakah kau memanggilku yeobo?” ucap Minhyuk sedikit kesal. Pasalnya sejak dari tadi Minhyo selalu memanggilnya dengan sebutan oppa.
“Mianhae. Aku akan biasakan menyebutmu dengan sebutan yeobo,” ucap Minhyo menyesal.
“Ne...ne...kita duduk dulu. Kasihan abeonim duduk sendiri,” Minhyuk dan Minhyopun menghampiri Caiden.
‘Perhatian. Untuk penumpang tujuan Jepang, kami minta maaf karena ada delay penerbangan. Karena cuaca kurang mendukung untuk take off, kami menunda keberangkatan 40 menit lagi. Sekali lagi. Untuk penumpang tujuan Jepang, kami minta maaf karena ada delay penerbangan. Karena cuaca kurang mendukung untuk take off, kami menunda keberangkatan 40 menit lagi. Terima kasih.’
“Yah,” keluh Minhyo dan Minhyuk bersamaan.
“Kita tunggu dulu disini,” ucap Caiden tetap bijaksana.
.
.
.
Other side
“Yeobo. Palliwa...palli...palli. Kita tidak punya banyak waktu,” ucap Jae Min terburu-buru.
“Yak! Yaobo! Tunggu dulu,” ucap Sung Yeo yang kesusahan berjalan ditengah kerumunan orang.
Bruk~
“Ah! Joisonghamnida,” ucap namja yang menabrak Jae Min.
“Ne..ne..gwaenchana,” jawab Jae Min sambil merapikan jasnya. Setelah selesai merapikan jasnya Jae Min mendongak.
“Noe! Kau teman Minhyo kan?!” ucap Jae Min lantang seperti membentak.
“Ah Lee ahjussi. Ne saya teman Minhyo,” jawab namja tadi.
“Kau tahu dimana Minhyo?”
“Minhyo? Barusan pesawatnya take off.”
“Mwo? Kau tahu kemana tujuan mereka?” tanya Jae Min.
“Hhh~ mianhae-yo saya tidak tahu. Saya permisi,” ucap namja tadi meninggalkan kedua orang tua Minhyo.
“Hah~ mana mungkin aku memberitahu kalian dimana tujuan Minhyuk dan Minhyo. Aku mengirim mereka kesana karena ingin menghindarkan dari kalian yang mungkin akan memisahkan mereka lagi,” ucap namja tadi setelah dia menjauh dari kedua orang tua Minhyo. “Hahaha~ Seo Eunkwang kau memang pandai berakting,” ucap namja tadi memuji dirinya sendiri. Ya, namja yang bertabrakan dengan Jae Min adalah Eunkwang.
.
.
.
“Appa. Apa appa tidak lapar? Aku akan membelikan makanan jika appa lapar,” Minhyo menoleh menatap sang appa yang duduk di samping kirinya.
“Annieyo. Appa tidak lapar. Jika kau lapar, kau saja yang membeli makanan. Pesawat masih lama take off-nya.”
“Annieyo. Aku tidak lapar appa. Bagaimana denganmu op...eh, yeobo?”
“Aku juga tidak lapar,” jawab Minhyuk lalu tangannya bergerak memeluk Minhyo. Mencoba menghangatkan Minhyo ditengah cuaca yang semakin dingin karena memasuki musim dingin.
“Min...hyo~” panggil suara dari depan mereka. Suara itu terdengar tersengal-sengal kehabisan nafas. Minhyo yang saat itu sedang menunduk seketika mendongak ketika mendengar namanya dipanggil.
“E...eomma?” tanya Minhyo tak percaya. “Eomma ku mohon. Maafkan aku. Jangan pisahkan aku dari Minhyuk oppa lagi. Ku mohon. Jebal,” tiba-tiba Minhyo langsung berlutut di kaki eomma-nya dan menangis memohon supaya dia tidak dipisahkan dari suaminya.
“Hiks...hiks...” Minhyo yang mendengar suara isakan segera mendongakkan kepalanya. Dan benar saja, sang eomma sedang menangis tersedu-sedu. Tanpa pikir panjang, Minhyo segera bangkit dan memeluk eommanya.
“Eomma yang jahat sayang hiks...hiks. Seharusnya eomma yang minta maaf hiks. Maafkan eomma mu yang bodoh ini. Maafkan...”
“Seandainya kami tidak melakukan pernikahan, mungkin kalian akan selalu bersama,” ucap Jae Min penuh penyesalan.
“Hei. Jae Min, kenapa kau jadi pengecut seperti ini. Kau dulu tidak pernah menyesali keputusanmu,” ucap Caiden dengan senyum wibawanya. Bergerak memeluk Jae Min. “Kau harus terus melangkah. Jaga Sung Yeo. Aku memohon kepadamu,” lanjut Caiden sambil memandang tepat di kedua manik mata Jae Min.
“Ne hyung. Baiklah,” Jae Min mengangguk mantap setelah memandang mata Caiden yang menyiratkan keyakinan. Caiden bergerak memeluk putri dan mantan istrinya yang sedang berpelukan.
“Sung Yeo, ku mohon. Jalani kehidupanmu seperti semula. Meskipun kau tidak bersama ku, tapi ada Jae Min yang akan selalu menjagamu. Arra?” bisik Caiden. Sung Yeo melepas pelukan dari Minhyo dan Caiden, selanjutnya dia memandang mata Caiden dalam-dalam dan dia mengangguk.
“Noonaaaaaa~ Minhyo Nooonaaa!” teriak seseorang dengan hebohnya sehingga mengundang pandangan heran dari orang-orang yang ada di bandara itu.
“Ilhoonie!” teriak Minhyo ikut excited. Dia berlari menyongsong seorang namja yang biasa dipanggil Ilhoon itu. Mereka pun berpelukan dengan sangat erat.
“Ehem!” suara deheman dan satu dorongan membuat mereka melepaskan pelukan secara terpaksa. Well, itu Minhyuk. Siapa lagi memang?
“Yah hyung! Aku baru 2 hari bertemu Minhyo noona setelah 1 bulan terpisah. Dan sekarang Minhyo noona akan ke Jepang. Aku akan sangat merindukannya hyung,” rengek Ilhoon sambil mencoba memeluk Minhyo. Namun usahanya nihil, karena tangan Minhyuk sedari tadi mendorong dada Ilhoon untuk menjaga jarak dari Minhyo-nya.
“Tidak boleh!” ucap Minhyuk mutlak tanpa bisa dibantah lagi.
“Aish, yeobo lepaskan dia. Baik...baik...aku tidak akan memeluknya, tapi kasian dia. Jadi lepaskan ne?” bujuk Minhyo lembut. Tanpa perlu meminta dua kali, Minhyuk langsung melepas cengkeramannya pada dada Ilhoon.
“Noona...” rengek Ilhoon.
“Ilhoonie, kamu tidak boleh terlalu manja pada noona ne? Noona akan pergi. Kamu tidak boleh manja lagi. Janji dulu kepada noona,” ucap Minhyo lembut sambil mengulurkan jari kelngkingnya. Dengan senyum lebar, Ilhoon mengaitkan kelingkingkany ke jari kelingking Minhyo. Mengikat janji.
“Ne. Aku tidak akan manja.”
“Dasar anak manja,” ucab Changsub yang entah kapan ada di sana bersama Peniel, Sungjae, dan pastinya Eunkwang.
“Ah, kalian juga disini,” ucap Minhyuk.
“Ne. Kami ingin mngucapkan salam perpisahan.”
‘Perhatian. Penumpang pesawat jurusan Jepang, harap segera menaiki pesawat. 5 menit lagi, pesawat akan berangkat. Sekali lagi. Penumpang pesawat jurusan Jepang, harap segera menaiki pesawat. 5 menit lagi, pesawat akan berangkat. Terima kasih.’
“Ya sudah kami berangkat ya. Annyeong!” ucap Minhyuk sambil melambaikan tangan. Minhyuk, Minhyo, dan Caiden berjalan kearah pesawat.
“Tunggu aku!” seorang yeoja tampak berlari menghampiri mereka. “Hampir saja aku ketinggalan pesawat. Kajja berangkat!”
“Yak Daisy! Kau ini datang-datang heboh sekali sih!” ucap Minhyo kesal.
“Ah sudahlah. Kajja!” Daisy menarik lengan Minhyo memasuki pesawat.
Jepang. Kota tujuan mereka, dimana mereka akan hidup bahagia.
.
.
.
BONUS
“Appa~ Minhyuk appa~” seorang anak kecil yang kira-kira berumur 4 tahun berlarian kecil kearah Minhyuk yang sedang duduk-duduk di taman belakang.
“Aigooo~ jagoan kecil apa. Kenapa lari-lari eoh?” ucap Minhyuk sambil menggendong namja kecil tadi.
“Jaehyuk...jangan lari-lari terus sayang. Eomma capek,” panggil Minhyo yang keluar dari dalam rumah.
“Kyahahaha~” namja kecil yang dipanggil Jaehyuk tadi tertawa sambil bersembunyi dileher appanya.
“Aigoo~ jagoan kecil appa nakal ne. Kenapa membuat eomma harus lari-lari mengejarmu eoh?” tanya Minhyuk kepada Jaehyuk.
“Aku hanya ingin bermain bersama eomma, appa,” ucap namja kecil itu lucu.
“Lain kali tidak boleh begitu ne chagi. Eomma kan sedang mengandung aegya. Nanti kalau eomma kecapean bagaimana? Kan kasihan aegya juga,” ucap Minhyuk berusaha memperingati putranya.
“Ne appa arraseo,”  ucap anak kecil itu lalu mencoba turun dari gendongan appanya. Setelah berhasil turun dari gendongan appanya, dia mendekati sang eomma. “Eomma, mianhae. Jae hyuk tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Jaehyuk sambil memandang eommanya dengan mata berkaca-kaca hendak menangis.
“Ne chagiya. Gwanchana,” jawab Minhyo sambil membelai pipi Jaehyuk lembut.
“Agyea, maafkan oppa ne?” ucap Jaehyuk sambil mengelus perut Minhyo.
“Oppa?” tanya Minhyuk sambil mensejajarkan tingginya dengan Jaehyuk.
“Ne appa. Jaehyuk ingin punya adik perempuan yang cantik seperti eomma,” ucap Jaehyuk sambil tersenyum cerah.
“Jinjja?” tanya Minhyuk.
“Ne appa,” ucap anak itu polos. “Appa. Bolehkah aku pergi menyusul harabeoji di kebun?” tanya Jae hyuk sambil menunjukkan aegyonya.
“Hahaha~ tentu saja. Jangan pulang terlalu sore ne?” ucap Minhyuk sambil memandang putranya yang berlari ke kebun milik mereka.
“Yeobo,” panggil Minhyo terhadap Minhyuk.
“Ne yeobo? Ada apa?” tanya Minhyuk lalu memeluk Minhyo.
“Anni,” ucap Minhyo sambil mengeratkan pelukannya kepada Minhyuk.
“Kau manja ne?” ucap Minhyuk menggoda Minhyo.
“Kau tahu? Aku bahagia bisa seperti ini,” ucap Minhyuk sambil melepas pelukan Minhyo. Minhyo memiringkan kepalanya karena tidak mengerti dengan Minhyuk yang tiba-tiba bicara seperti itu.
“Ne. Aku bahagia akhirnya aku bisa bersama denganmu. Aku tahu semua ini akan terjadi,” ucap Minhyuk menjawab pandangan tidak mengerti dari Minhyo.
“Nado yeobo,” ucap Minhyo tulus. Minhyuk bergerak mendekati Minhyo. Perlahan wajahnya mendekat dan CHU~. Minhyuk mengecup Minhyo lembut. Menyalurkan semua perasaannya yang meluap-meluap. Semua yang sudah mereka lalui selama ini semakin menguatkan perasaan cinta mereka.
Hanya karena sebuah kesan ciuman pertama, semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.
END

Gamsahamnida sudah meluangkan waktu untuk membaca fic abal ini. Aku sadar masih perlu banyak perbaikan, maka dari itu diminta saran dan kritiknya J
43 halaman. Melelahkan juga. Wuah!
Ini FF BTOB pertama ku jadi harap maklum ya banyak OC.
Gamsahamnida *bow*